Dayah Daboh, Desa Kreatif Kelas Dunia

8 Maret 2024 | BBG News

Dimuat di Serambi Indonesia edisi Jumat, 8 Maret 2024

SITI RAFIDHAH HANUM, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Anggota UKM Jurnalistik UBBG Banda Aceh, serta novelis, melaporkan dari Dayah Daboh, Montasik, Aceh Besar

Pagi, siang, maupun malam bukan halangan bagi para penjahit bordir sulam (kerawang) Gayo di sebuah desa kecil di Kecamatan Montasik. Pagi sampai siang bertani, sore hingga malam mereka lanjutkan menggempur bordir lagi. Riuh mesin jahit tak lagi mengganggu telinga para penikmat tidur Bahkan, sudah menjadi nyanyian paling merdu di desa ini.

Desa ini bernama Dayah Daboh, terletak di Kecamatan Montasik, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Tempat para cendekiawan bordir Aceh berkumpul. Disebut cendekiawan karena memang sangat pandai membuat serta menjual produknya hingga menembus pasar internasional.

Letak desa ini tak terlalu jauh dari pusat kota. Jaraknya hanya 16 kilometer dari Kota Banda Aceh dengan waktu tempuh 45 menit ke arah Medan.

Sesampainya di Tugu Pesawat Maimun Saleh, Aneuk Galong, langsung belok kiri menuju jembatan panjang. Lalu belok kanan saat sampai di pertigaan. Setelah itu, pengunjung hanya perlu lurus saja melewati SMA Negeri 1 Montasik, SMP Negeri 1 Montasik, Kantor Camat, Kantor KUA Montasik, dan tower listrik. Patokannya adalah satu simpang setelah tower listrik tersebut.

Menilik sejarahnya, Dayah Daboh adalah salah satu dari 39 gampong yang berada di Kecamatan Montasik, tepatnya berada di Mukim Montasik. Dayah merupakan tempat atau balai pengajian/musyawarah, sedangkan ‘daboh’ (debus) adalah kesenian tradisional rakyat Aceh, seperti halnya Banten.

Dayah Daboh terbentuk tahun 1953, dipimpin oleh seorang syekh bernama Muhammad Yusuf. Akibat seringnya ada pertunjukan daboh atau debus di balai, akhirnya tempat tersebut dikenal dengan nama Dayah Daboh.

Dulunya, banyak orang tidak tahu tentang keberadaan Dayah Daboh. Bahkan, sampai sekarang masih ada yang tidak familier dengan nama desa ini. Namun, siapa sangka, seiring berjalannya waktu, Dayah Daboh tak sekadar diketahui oleh orang-orang lokal saja, tapi juga merambah ke dunia nasional dan internasional.

Jika berkunjung ke Dayah Daboh, kebanyakan perajin berkumpul di Dusun Ujong Bung. Ke sanalah berdatangan para tauke yang membantu memasarkan produk kerajinan ke pasar-pasar. Baik itu pasar biasa maupun pasar online. Perajin lainnya tersebar merata di beberapa dusun.

Suara gemeretak jarum mesin beradu dengan kain serta riuhnya lantai yang menahan getaran akan langsung terdengar. Lekuk-lekuk bunga khas Aceh terbentuk sempurna oleh tangan-tangan lihai berbau minyak pelumas roda mesin.

Motifnya sangat beragam. Namun, motif awalnya ada motif puta talo, tapak leman, embun berarak, awan diris, pinto Aceh, pucok reubong, kotoran burung, bungong meulu, awan dong, dan awan keong. Kemudian berbekal kreativitas perajin, muncul pula motif baru, yaitu pinto Aceh kombinasi motif matahari dan puta talo, pinto Aceh kombinasi bola-bola, awan keong kreasi, batik kacang, bungong meulu kreasi, bak padee, cacing, matahari, bunga timbul, motif Aceh kombinasi bunga timbul dan bunga sulam.

Mereka tak memerlukan pola lagi. Polanya sudah tertanam di kepala masing-masing. Tinggal memotong kain sesuai ukuran yang diperlukan, dilapisi koran atau kertas bekas, lalu dijahit.

Perajin bordir tidak mengerjakan semuanya sendirian. Mereka terbagi menjadi beberapa kelompok sesuai tugas. Ada yang bertugas memotong kain, menjahit bordir, menambah busa di belakang kain yang sudah dijahit, membentuknya menjadi tas, memotong pinggiran, menjahit tepinya, dan memasang ritsleting.

Jika membayangkan tasnya amat membosankan seperti dulu, itu salah. Memang bentuk tas awalnya hanya ada tiga bentuk, yaitu selempang, tas map, dan tas furla. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan pola pikir setelah dibantu banyak pelatihan, bentuk tasnya menjadi beragam. Muncullah tas selempang, tas mini, tas jinjing, tas ririn, tas ransel, tas golf, tas koper, tas ABG, tas setengah lingkaran, tas manik-manik, tas keong, tas mambo, tas labu, tas kipas, tas elizabeth, tas tenun, tas songket, dan tas kain spons.

Bahkan sekarang, ada kopiah bordir, selendang, dan produk-produk lain yang sangat khas Aceh dengan tambahan bordirnya. Cara mereka menjahit pun sudah sangat modern, mengikuti kebutuhan zaman, karena itulah produk ini tidak pernah kalah dan selalu menghiasi pameran-pameran besar. Pengunjung pun banyak menunjukkan minatnya pada kerajinan bordir Aceh ini.

Kreasi bordir Aceh di Dayah Daboh tidak dilakukan baru-baru ini, tapi sudah dikerjakan turun-temurun, semacam warisan kesenian yang tak akan hilang. Hampir setiap rumah mengerjakan hal yang sama. Meskipun beberapa perajin memilih untuk tidak sejalan dengan rekan dan keluarganya.

Akibatnya, sebuah plang biru bertuliskan desa kreatif ditanam di gapura desa. Hadiah atas ketekunan dan keyakinan para perajin bordir selama bertahun-tahun. Banyak sekali pejabat datang berkunjung. Termasuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno dan istinya, Nur Asiah.

Hal itu membuktikan bahwa kreasi bordir Aceh di Dayah Daboh menarik perhatian banyak orang. Tak terkecuali menteri. Begitu banyak pelatihan dari lembaga besar diberikan kepada para perajin sulam di desa ini, sehingga bisa terus maju tanpa perlu memikirkan sumber daya.

Padahal, para perajin di desa ini pernah terpuruk sekali pada tahun 1998 akibat krisis moneter dan konflik berkepanjangan di Aceh. Bahan baku menjadi mahal, permintaan pasar menurun, hingga ada rumah produksi yang tutup meskipun ada yang memaksa bertahan.

Baru saja berusaha menggeliat bangkit, tsunami menerjang Aceh pada tanggal 26 Desember 2004. Sebagian Aceh porak-poranda. Montasik tak terkena dampak apa pun, tapi efeknya berimbas pada bahan baku dan tak ada pembeli. Hikmahnya, banyak sekali mata dunia tertuju pada Aceh.

Bantuan datang dari berbagai negara. Orang-orang luar menetap selama beberapa bulan dan tahun di Aceh untuk membantu memulihkan kondisi. Ternyata, berkah turun tanpa diduga. Mereka tertarik pada kerajinan bordir Aceh yang diproduksi oleh para perajin. Promosi termudah, sebut saja begitu, karena banyak orang asing menyukai tas bordir ransel dan koper-koper yang besar.

Lebih mengejutkan lagi, seorang warga asing asal California telah membuka sebuah toko suvenir di negara asalnya. Di sanalah produk kerajinan bordir Dayah Daboh didistribusikan.

Sayang sekali, pandemi kemarin hampir saja mematikan usaha bordir di Dayah Daboh. Permintaan pasar menurun, bisa dibilang sulit sekali memasarkan produk. Namun, hal itu tak jadi permasalahan besar. Sudah banyak aral melintang dihadapi para perajin secara turun-temurun. Buktinya mereka tetap ada dan tetap eksis mendunia.

Oleh karena itu, ada baiknya jika pemerintah terus memberikan perhatian lebih secara khusus agar produksi bordir di Dayah Daboh tidak berhenti karena masalah-masalah tak terduga. Pembinaan harus terus dilakukan. Zaman semakin berkembang, maka variasi kreasi bordir pun tak boleh begitu-begitu saja. Semakin besar perhatian pemerintah, semakin maju perekonomian daerah, termasuk Gampong Daya Daboh.

Artikel ini telah tayang di Serambi Indonesia dengan judul Dayah Daboh, Desa Kreatif Kelas Dunia, https://aceh.tribunnews.com/2024/03/08/dayah-daboh-desa-kreatif-kelas-dunia?page=all.

Bagikan
Skip to content