Dimuat di Serambi Indonesia, edisi Senin 22 November 2021
SHINTA ZAHRA, Mahasiswi Pendidikan Matematika Universitas Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, sedang ikut Program Pejuang Muda 2021, melaporkan dari Bau-Bau, Sulawesi Tenggara
Ketika menginjakkan kaki di Kepulauan Buton, keindahan pertama yang saya lihat adalah Benteng Keraton Kesultanan Buton yang diberi nama La Sangaji. Benteng ini dibangun pada masa Sultan Kaimuddin pada abad ke-16.
Benteng ini termasuk benteng terluas sejagat raya, bahkan telah mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan pada September tahun 2006 sebagai benteng terluas di dunia. Luasnya sekitar 23.375 hektare.
Hal yang lebih menarik lagi, benteng ini dibangun dengan batu gunung serta karang, lalu direkatkan dengan putih telur dan campuran pasir dan kapur. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa dan 16 emplasemen meriam yang disebut Baluara.
Benteng Keraton Buton ini merupakan salah satu objek wisata bersejarah di Bau-Bau. Benteng ini sebetulnya adalah bekas ibu kota Kesultanan Buton dahulu yang bentuk arsitekturnya cukup unik. Keberadaan Benteng Keraton Buton ini memberikan pengaruh sangat besar terhadap eksistensi Kerajaan Buton pada masa dahulu. Dalam kurun waktu lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman musuh pada masa itu. Kini, benteng ini adalah peninggalan yang kemudian dijadikan tempat wisata yang menarik perhatian para turis, termasuk saya pribadi, yang sangat terpesona pada keindahan alam sekitarnya.
Benteng Keraton ini berada di atas Bukit Wolio setinggi 100 meter dari permukaan laut. Tak kalah jauh saat siang hari, keindahannya juga lebih menarik saat malam.
Berada di Pulau Buton dengan segala keindahannya merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya.
Saya juga ingin ceritakan sedikit bagaimana awalnya sehingga saya bisa menjejakkan kaki di tanah Sulawesi bagian tenggara ini. Pertama, saya mendaftarkan diri ikut Program MBKM Pejuang Muda 2021 dibawah naungan Kemensos RI bekerja sama dengan Kemendikbud Ristek dan Kemenag. Program ini setara dengan kuliah 20 SKS. Setelah mendaftar, saya mengikuti latihan di Universitas Bina Bangsa Getsampena (UBBG) yang dibimbing oleh Bapak Zainal Abidin S, MPd, Ketua Lembaga Inkubator Bisnis UBBG. Pendaftar program ini dari seluruh Indonesia sebanyak 11.109 mahasiswa, lalu pada tahapan seleksi administrasi serta analisis kasus, yang lolos hanya 5.140 mahasiswa, termasuk saya. Mahasiwa yang lolos ditempatkan di berbagai kabupaten/kota se-Indonesia yang dibagi menjadi 514 tim dan wajib mengikuti kuliah di LMS pada Indonesia Pejuang Muda serta mengisi log book setiap harinya.
Sementara itu, di wilayah Sulawesi Tenggara ditempatkan sebelas tim. Satu tim jumlahnya kurang lebih sepuluh mahasiswa. Saya satu-satunya mahasiswa UBBG yang lolos program pejuang muda ini dan bergabung dalam satu tim dengan peserta daerah lain. Tim kami ditempatkan di Kabupaten Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lewat program ini saya diberikan kesempatan untuk magang kerja selama dua bulan di dinas sosial setempat. Magangnya adalah membuat pengabdian masyarakat atas proyek yang harus dibangun di antaranya salah satu dari empat bidang, yaitu bantuan sosial, fasilitas umum, pemberdayaan fakir miskin dan lansia, serta pola hidup sehat dan kesehatan lingkungan.
Selengkapnya silakan dibaca di
https://aceh.tribunnews.com/2021/11/22/pesona-wisata-alam-dan-situs-sejarah-buton-yang-mendunia.