Krueng Baru dan Lintasan Memori dari Aceh Barat Daya

19 Juli 2024 | BBG News

Dimuat di Serambi Indonesia edisi Jumat, 19 Juli 2024

NURUL HUSNA, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Bina Bangsa Getsempena (UBBG), melaporkan dari Aceh Barat Daya

BULAN maret lalu, saya melakukan perjalanan pulang dari Banda Aceh ke Labuhanhaji, Aceh Selatan untuk meramaikan tradisi meugang jelang bulan suci Ramadhan. Perjalanan saya kali ini menggunakan layanan angkutan antarkota dari CV Abdya. Perjalanan tersebut serupa seperti tahun 2023 lalu dengan ditemani oleh Nasir Andela atau akrab disapa “Mak Saliah” sebagai sopirnya. Pada malam itu, perjalanan kami ditemani oleh cuaca yang bersahabat.

Namun, sopir tersebut justru mengatakan bahwa akan turun hujan. Saya lantas bertanya, “Bagaimana Mamak (dialek bahasa Aneuk Jamee) bisa tahu?” Mak Saliah lalu menjawab,  “Dari udara.” Mak Saliah menyambung penjelasannya, “Dinginnya berbeda. Dinginnya sama seperti rasa uap yang muncul saat pertama kali waktu kulkas dibuka.” Lantas, saya mengucapkan terima kasih atas pengetahuan baru tersebut.

Di dalam mobil tersebut, penumpangnya didominasi oleh warga dari Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kecamatan Labuhanhaji, Aceh Selatan. Saya biasa duduk di belakang sopir bersama tiga orang penumpang perempuan lainnya. Ketiga penumpang tersebut terdiri atas Yosi, mahasiswi S-1 Keperawatan UBBG yang berasal dari Desa Kota Palak, Kecamatan Labuhanhaji; Husnatul Munawarah dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry asalnya dari Desa Kemumu Seberang, Kecamatan Labuhanhaji Timur; dan Nurul Raihani dari UIN Ar-Raniry asalnya dari Desa Tengah Baru, Kecamatan Labuhanhaji Barat.

Kemudian, di belakang kami ada teman-teman baik saya, yakni: April Saidi, warga Desa Pisang; Wahyu Mulia dari Desa Hulu Pisang, dan temannya. Mereka bertiga tinggal bersama di Dusun Kauman. Dusun tersebut masih dalam lingkup kecamatan yang sama, yakni Kecamatan Labuhanhaji. Teman-teman lainnya duduk berempat bersama satu penumpang lainnya. Sepanjang perjalanan, angkutan yang mengantar kami diisi pula oleh dua orang penumpang perempuan lain yang duduk di dekat pengemudi, serta penumpang laki-laki di kursi paling belakang. Bagi masyarakat Aceh, kegiatan pulang ke kampung halaman untuk meramaikan tradisi meugang jelang bulan puasa menjadi hal yang rutin dilakukan. Saat menjelang awal bulan suci ramadan, biasanya tarif angkutan perjalanan masih tetap sama seperti hari biasa. Namun, menjelang hari raya terdapat angkutan yang menaikkan tarif transportasi perjalanannya dengan menawarkan fasilitas kenyamanan agar penumpang tidak duduk berempat.

Suasana meugang saat itu terlihat jelas sepanjang perjalanan. Di pinggir jalan, sangat dipenuhi dengan banyaknya penjual daging, tulang, bahkan kepala kerbau. Banyaknya masyarakat yang membawa kendaraan roda empat dan dua berlalu-lalang turut mengakibatkan lalu lintas menjadi ramai lancar. Saat angkutan kami tiba di Kecamatan Tangan-Tangan,  Dusun Padang Setui, tepatnya di Jalan Panglima Ahmad terlihat banyak penjual daging kerbau. Setelah mengantar penumpang lainnya dan melewati Jalan Gampong Gunong Cut, kami melewati Pasar Manggeng yang turut dipenuhi warga yang membeli ikan, udang, ayam, dan kerbau. Sepanjang jalan di pasar tersebut, terdapat juga penjual baju, kue basah, dan sebagainya. Pasar tersebut juga kaya dengan komoditas buah-buahan, seperti: pisang dan lainnya. Angkutan yang kami tumpangi terus melaju hingga ke dekat Jembatan Krueng Baru yang juga dipenuhi oleh para penjual batu putih.

Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 08.16 dan kami baru tiba di jembatan yang bersejarah. Jembatan tersebut adalah Jembatan Krueng Baru. Jembatan ini menjadi satu-satunya jembatan penghubung antara Kabupaten Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan. Selain sebagai jalan penghubung, jembatan ini juga menjadi tempat singgah para remaja laki-laki pada waktu sore untuk sekadar melepas penat di pinggir sungai. Mengingatnya saja, membuat saya terkenang akan masa lalu saat gawai canggih seperti sekarang belum merubah segalanya.

Sepanjang lintasan jalan menuju Kabupaten Aceh Barat Daya, dijumpai banyak objek wisata yang eksotis. Salah satunya adalah Sungai (Krueng) Baru yang memiliki banyak manfaat mulai dari air, pasir, sampai batunya. Bila cuaca di sekitar sedang bagus, air sungai nampak sangat jernih. Bahkan dengan udaranya segar, mampu membuat pikiran menjadi tenang dan rileks. Saya sendiri memiliki memori tersendiri dengan beberapa tempat di sekitar sungai tersebut. Mulai dari makan bersama keluarga, hingga makan bersama dengan para guru semasa SD dan SMP di hilir sungai. Aktivitas menyenangkan yang sering dilakukan adalah memasak di atas tanah yang tidak jauh dari pinggir sungai. Kemudian, kami turun ke sungai untuk aktivitas kebersihan, seperti mencuci piring dan mencuci peralatan memasak yang telah digunakan. Pengalaman yang selalu teringat oleh saya saat makan bersama semasa SD, saya dan teman-teman masa itu tidak bermain air di pinggir sungai. Namun, sewaktu SMP barulah saya bersama teman-teman bermain air. Tentu saja setelah setelah mendapatkan izin dari guru.

Arus sungainya memang tidak deras, tetapi lokasi saya dan teman-teman bermain air terbilang dalam. Bermain air bersama teman-teman dan pulang dengan basah kuyup menjadi kebahagiaan tersendiri bagi saya saat itu. Di sana, kami puas melihat keindahan langit biru, pepohonan yang rindang, pasir, bebatuan sungai, dan kendaraan yang hilir mudik melintasi jembatan. Kebersamaan dengan teman-teman juga turut menghilangkan rasa penat setelah menyelesaikan setumpuk tugas di sekolah. Suhu airnya yang terasa dingin pada pagi hari dan bersuhu normal pada siang hingga menjelang sore menjadi waktu terbaik untuk bermain air di sana. Saya merasakan sendiri hangatnya kebersamaan yang terbentuk dari ikatan pertemanan masa itu, sikap saling membantu antarteman, dan sikap saling menjaga satu sama lain terangkai bersama dengan indahnya.

Aktivitas bermain air dan berkumpul bersama di Sungai Krueng Baru masih saya lakukan hingga tamat SMA. Pada masa itu, saya masih menghadiri jamuan bersama teman-teman dalam rangka menyambung silaturahmi di hulu sungainya. Kami semua pergi saat fajar dengan membawa bekal masing-masing. Sayangnya, kami semua tidak bermain air di hulu sungai tersebut. Hanya sekadar bersenda gurau dan makan bersama di bawah pohon yang beralaskan tikar plastik. Sungai Krueng Baru di Kabupaten Aceh Barat Daya hingga kini masih menjadi objek wisata yang legendaris dengan berbagai versi cerita yang dibentangkan. Memori indah tentang objek wisata ini selalu tersimpan dan terkenang dalam benak siapa pun, termasuk saya. Bagi yang belum pernah singgah, dipersilakan untuk menepi sebentar saat melintasi Jembatan Krueng Baru yang berlokasi di perbatasan antara Kabupaten Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan saat musim liburan tiba.

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Krueng Baru dan Lintasan Memori dari Aceh Barat Daya, https://aceh.tribunnews.com/2024/07/19/krueng-baru-dan-lintasan-memori-dari-aceh-barat-daya.

Bagikan
partner-1
partner-2
partner-3
partner-4
partner-5
partner-6
partner-7
partner-8
partner-9
partner-10
partner-11
partner-12
partner-13
partner-14
partner-15
partner-16
Skip to content