Dimuat di Serambi Indonesia, 6 Mei 2020
Zikrur Rahmat, M.Pd., Ketua Prodi Pendidikan Jasmani STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, pernah menjadi juri atletik Kejuaaran Asianparagames dan juri Porwil Bengkulu, melaporkan dari Banda Aceh
Seperti yang kita ketahui, Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Banyak kalangan muda sekarang yang hampir lupa dengan Hardiknas ini. Melalui momentum ini, pemuda dan bangsa Indonesia dapat mengingat kembali betapa susahnya jerih payah pahlawan dalam meraih kemerdekaan, terutama kemerdekaan dalam bidang pendidikan. Momentum Hardiknas ini sangat penting diingat, karena pendidikan ibarat lampu penerang dalam mengarungi sendi kehidupan umat manusia. Tanpa pendidikan, manusia akan sia-sia kehidupannya, bahkan cenderung kehilangan arah.
Ditetapkannya oleh Pemerintah Indonesia peringatan Hardiknas setiap tanggal 2 Mei dengan harapan melalui peringatan Hari Pendidikan Nasional ini pemerintah dapat lebih fokus dalam mencari solusi untuk keberlangsungan sekaligus memperhatikan bidang pendidikan, pemerataan pendidikan bagi anak-anak bangsa yang putus sekolah, dan anak-anak yang berbakat dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Kenyataannya saat ini, banyak kalangan anak bangsa yang berbakat tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena faktor ekonomi dan tanpa adanya dukungan dari pemerintah. Maka, moment peringatan Hardiknas ini bukan hanya sekadar seremonial belaka, akan tetapi harus ada pelaksanaan dan penerapan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh masyarakat, baik melalui perwakilan anggota dewan, media massa, dan lain sebagainya.
Sejauh yang saya amati, peringatan Hardiknas tahun ini berbeda jauh dari biasanya. Dulu, momentum ini selalu diperingati dengan meriah setiap tahun dengan upacara dan aneka lomba. Sebabnya adalah, selain karena peringatan tahun ini bertepatan dengan puasa Ramadhan juga karena dampak dari penyebaran virus corona yang telah melumpuhkan semua sektor, termasuk sektor pendidikan, sehingga seremonial peringatan Hardiknas ditiadakan, termasuk di Aceh dan lebih khusus lagi di Kota Banda Aceh.
Semenjak diberlakukannya kebijakan belajar di rumah, bekerja dari rumah, lockdown, social distancing, dan sistem Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah kepada masyarakat luas, maka kampus bahkan sekolah-sekolah pun ditutup (diliburkan sementara). Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus yang sangat cepat. Virus ini dapat menjangkiti semua orang tanpa mengenal jabatan dan jenjang usia.
Selama Covid-19 ini mewabah, semua aktivitas pembelajaran mahasiswa telah diliburkan sementara. Artinya, semua mereka belajar di rumah. Belajar di rumah tentu tidak sama dengan tatap muka langsung dengan dosen saat melakukan pembelajaran di kampus, baik itu pembelajaran teori maupun praktik.
Karena kurang efektifnya pelaksanaan pembelajaran dan tentu tidak semuanya akan tersampaikan dengan baik melalui jalur daring (online) tersebut. Jujur saja, banyak dampak negatif dari pembelajaran/belajar di rumah, mulai dari kuota internet harus tersedia, duduk di depan komputer/laptop berjam-jam, kurangnya aktivitas gerak, hingga tidak dapat mengukur indikator ketercapaian pembelajaran mahasiswa.
Jadi, masih banyak sisi kekurangan lainnya dan para orang tua juga sudah mulai mengeluhkan anak-anak mereka yang selalu di rumah. Apalagi terkadang banyak soal atau pertanyaan dari anak terkait tugas atau PR-nya yang tak mampu dijawab oleh ayah atau ibunya.
Begitupun, sebagai salah satu kampus swasta (PTS) di Aceh, kami di STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh telah dan masih akan terus melaksanakan sistem pembelajaran daring. Selama ini lebih kurang telah dilaksanakan dua bulan lebih tanpa adanya kendala yang berarti. Harapannya semoga pembelajaran daring ini bermanfaat, dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, dan memperluas pengetahuan para mahasiswa, sehingga tidak mengurangi manfaat pembelajaran seperti saat dilakukan melalui tatap muka.
Dalam kaitan ini, solusinya adalah adanya kompensasi dari pihak kampus untuk para mahasiswa yang sedang berjuang mengikuti pembelajaran era pandemi Covid-19. Pihak dosen hendaknya memberikan kompensasi dan pemutihan terhadap pemberian nilai untuk masing-masing mata kuliah yang diampunya.
Selain itu, berbagai bantuan bergulir sebagai bentuk perhatian pemerintah dalam hal ini sangatlah diharapkan, terutama dalam bentuk keringanan biaya kuliah para mahasiswa. Bahkan sebaiknya dengan memberikan bantuan berupa beasiswa, bantuan buku, paket internet, dan lain sebagainya, agar kualitas pembelajaran para mahasiswa tetap bisa terjaga meski kuliahnya secara daring.
Di sisi lain, rasa kangen antara dosen dan mahasiswa pasti ada terbersit di dalam lubuk hati yang paling dalam. Tapi biarlah rindu ini kita simpan saja dulu sampai pandemi corona berlalu dan kuliah secara klasikal (tatap muka) bisa lagi dilanjutkan. Demikian juga proses pembimbingan terhadap mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.
Semoga saja pendemi ini segera berlalu dan para mahasiswa dapat kembali belajar di kampus sebagaimana mestinya. Kita doakan agar Allah segera mengangkat wabah ini dari permukaan bumi di bulan yang penuh berkah ini, sehingga kita dapat merayakan Idulfitri 1441 Hijriah semeriah biasanya.
Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Dunia Pendidikan yang Terdampak Covid-19, https://aceh.tribunnews.com/2020/05/06/dunia-pendidikan-yang-terdampak-covid-19.