oleh: Intan Kemala Sari, M.Pd
Suatu ketika sidang sarjana digelar di ruang rapat tertutup. Seorang mahasiswa peserta sidang memaparkan hasil penelitiannya tentang penerapan suatu model pembelajaran yang inovatif menurut beberapa teori, memberikan pengaruh yang baik dalam pembelajaran. Kronologi pelaksanaan penelitiannya berjalan lancar tanpa kendala berarti sesuai dengan perencanaan dan tujuan penelitian yang telah diseminarkan sebelumnya. Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode tertentu, didapati bahwa penerapan pembelajaran tersebut dapat meningkatkan suatu variabel belajar pada skala persentasi atau skala ukur lainnya yang bersifat baik bahkan mungkin ada yang sangat baik. Ini mungkin merupakan gambaran hasil presentasi pada ujian sarjana beberapa mahasiswa. Ada yang lebih buruk, bahkan yang lebih baik dari itu juga tidak sedikit.
Dalam tulisan ini, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan terutama tentang penelitian khususnya bidang pendidikan. Penelitian pendidikan merupakan suatu studi dalam pendidikan yang berupaya untuk menemukan cara, melakukan intervensi, melakukan klarifikasi, dan pembuktian untuk teori atau metode belajar mengajar dan manajemen pendidikan tertentu yang sedang berkembang. Tentunya ini merupakan suatu aktivitas yang membutuhkan persiapan yang matang, alur yang jelas, dan indikator yang terukur. Harapannya dalam suatu penelitian yang menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan pikiran, bahkan biaya, baik dalam studi lapangan maupun dalam desk study, diharapkan mampu menghasilkan suatu informasi baru selain sekedar keberhasilan suatu teori, kecocokan suatu materi, peningkatan suatu hasil belajar, diterimanya suatu hipotesis, dan lain sebagainya.
Sebenarnya dalam suatu penelitian pendidikan, apapun metodenya, baik kualitatif maupun kuantitatif, bahkan eksperimen maupun Penelitian Tidakan Kelas (PTK) perlu dan sangat ditunggu-tunggu adanya suatu temuan penelitian, sekalipun hal kecil untuk diangkat menjadi isu hangat yang dapat membangkitkan semangat untuk melanjutkan penelitian selanjutnya. Paling tidak memberikan ruang terbuka bagi peneliti lain untuk meneliti lebih dalam tentang hasil penelitian tersebut.
Penelitian bisa jadi bukanlah hal yang mudah seperti yang dituliskan dalam laporan-laporan penelitian atau pun dalam jurnal-jurnal ilmiah. Masih banyak lagi tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada tingkat itu. Ada banyak sekali tantangan yang mungkin dapat meredamkan semangat meneliti. Bagaimana tidak, dalam penelitian paling tidak melewati empat tahapan ini yakni persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi diri. Setiap tahapan tersebut memiliki tantangan yang berbeda-beda. Sekali kita menyerah dalam satu tahapan, maka kita dapat menilai hasilnya. Ketika tidak gentar dengan tiap-tiap tantangan yang dihadapi, maka disitulah kita temukan kekuatan-kekuatan baru. Semangat ini yang perlu ditanamkan kepada peneliti, baik pada level pemula maupun level tinggi. Tidak ada satu level pun, walau oleh seseorang yang profesional dalam tingkatan akademik yang mulus dalam melakukan penelitian, tetap ada saja celah masalah dan hal itu menjadi tantangan dalam penelitian. Walau demikian janganlah dianggap beban tetapi justru disitulah seni dalam melakukan penelitian. Karena ketika berhasil menemukan suatu temuan, padahal sederhana, namun itu meruntuhkan segala kesusahan yang terjadi sebelumnya.
Pada tahap persiapan, ada beberapa hal yang mungkin menjadi tantangan. Dimulai dari penemuan ide. Tiga huruf ini menjadi titik awal dalam meneliti karena ide ini dapat berupa masalah yang muncul dari isu-isu strategis berupa kondisi, fenomena, ataupun temuan dalam penelitian yang dilakukan orang-orang sebelumnya. Terkadang kita berpikir harus dapat “hidayah” dulu baru muncul suatu ide untuk diteliti. Ide tersebut tersebut ternyata bukan hanya sekedar gagasan, tetapi kita harus punya pendukung ide, baik tentang uji kelayakan untuk diteliti, terbaru dan urgent untuk dilakukan, atau bersifat orisinal untuk suatu fokus bidang tertentu. Pendukung tersebut baru akan muncul jika kita telah banyak membaca sumber-sumber buku, jurnal, surat kabar, atau lainnya. Maka tak heran jika peneliti dan penulis handal muncul dari kalangan orang-orang yang banyak membaca. Jika tidak, bagaimana mungkin kita menemukan hal-hal baru jika referensi kita masih kisaran tahun 80-an atau 90-an. Terkadang ketidakmunculan ide dalam waktu yang relatif cukup panjang, menurut “versi” kita, membuat kita mengurungkan niat untuk melakukan penelitian.
Menemukan ide itu pun ternyata bukanlah satu-satunya tantangan dalam tahap persiapan. Ada banyak hal lain dalam tahapan persiapan penelitian, seperti; menentukan arah dan tujuan, mencari landasan teori, menemukan alternatif tindakan, solusi, indikator pencapaian, merumuskan jawaban sementara jika ada, dan menentukan metode yang tepat untuk tercapainya tujuan. Bagian-bagian tersebut hendaknya harus cocok, sinkron, sesuai, dan berkesinambungan satu sama lain agar penelitian yang dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan. Hingga akhirnya harus mempersiapkan instrumen yang valid dan reliabel untuk dipakai dalam penelitian dalam rangka mengukur indikator tertentu. Ada yang unik dalam persiapan penelitian pendidikan terutama dalam hal intervensi pembelajaran yaitu harus mempertimbangkan kecocokan subjek, waktu, materi, kurikulum, tipe-tipe alat ukur, dan lain sebagainya supaya tidak “ditolak” di tengah jalan. Ditolak bukan karena ide penelitian kita tidak kompeten, namun kondisi di lapangan yang tidak sesuai dengan penelitian kita. Lagi-lagi bagian ini, jika kita tidak memiliki komitmen yang kuat dalam meneliti, dapat menjadi senjata peredam semangat penelitian.
Selanjutnya, dengan harapan yang tinggi dalam mempersiapkan tahap awal tersebut, kita bersiap untuk melakukan penelitian lapangan. Dengan harapan yang tinggi biasanya peneliti mulai optimis melakukan studi lapangan karena merasa persiapan telah matang. Pada tahap ini tantangannya dimulai pada izin melakukan penelitian pada lokasi penelitian tertentu. Terkadang ada beberapa lokasi penelitian yang harus tereliminasi karena tidak relevan dengan apa yang ingin kita teliti, alhasil peneliti harus bersiap menemukan alternatif lokasi penelitian lainnya. Dalam hal ini, bisa jadi lokasi penelitian menjadi lebih jauh, menjadi lebih high quality atau very low subjection, atau malah menjadi lokasi penelitian yang klaster kelayakannya tidak sepenuhnya mendukung penelitian kita. Disini ego peneliti dipertaruhkan, ingin melanjutkan penelitian dengan situasi di lapangan yang seadanya atau menunggu rentang waktu tertentu agar mendapatkan hasil yang masih sesuai dengan apa yang diharapkan.
Lagi, situasi ini bukanlah satu-satunya dan yang relatif berat dalam menghadapi tantangan penelitian. Tantangan nyata yang berat selanjutnya adalah menghadapi studi lapangan. Ternyata keadaan di lapangan, terutama pada penelitian pendidikan, misalnya pengembangan bahan ajar di kelas, pengembangan metode tertentu, atau bahkan hanya mengujicobakan metode yang pernah dikembangkan orang lain yang biasanya penilaiannya sudah pasti berhasil pun, tidak semudah yang kita pikirkan dan kita persiapkan.
Dalam suatu studi yang baru-baru ini saya lakukan yaitu mengembangkan bahan ajar berbasis level PISA (Programme for International Students’ Assessment) untuk meningkatkan penalaran siswa sekolah menengah awal, banyak hal-hal tidak terduga yang saya hadapi di lapangan. Uji coba bahan ajar yang saya kemas dalam pembelajaran menggunakan metode pengajuan masalah dengan pendekatan matematika realistik, saya persiapkan secara matang dengan penilaian banyak tim ahli. Dengan adanya penilaian tim ahli bukan hanya dosen Matematika, namun bisa juga guru yang saya anggap paling mengerti kondisi di lapangan. Selain itu, juga melibatkan penilaian mahasiswa pascasarjana dan mahasiswa strata satu. Saya berharap produk yang saya kembangkan dapat memberikan dampak positif. Ini saya lakukan untuk menjamin bahwa bahan ajar yang saya kembangkan dapat diujicobakan di lapangan dengan harapan akan berjalan dengan baik sesuai skenario yang saya rancang. Sudah hampir bisa dipastikan bahwa dengan banyaknya masukan dan revisi yang saya lakukan, bahan ajar ini siap pakai di lapangan. Jika pun ada perbaikan-perbaikan, hanya bagian-bagian kecil saja, itu pun setelah diterapkan di lapangan.
Ternyata, keyakinan akan kesiapan tersebut belum menjamin terlaksananya uji coba di lapangan sesuai harapan. Pembelajaran-pembelajaran yang sejatinya telah diuji secara komprehensif dan berkesinambungan bahkan memberikan efek yang relatif sangat baik menurut beberapa teori, harapannya memberikan hasil yang baik pula pada penelitian yang kita buat. Misalnya dalam penelitian pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan matematika realistik yang saya lakukan. Harapan saya melalui bahan ajar yang saya kembangkan, siswa dapat memecahkan masalah nyata atau masalah yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-harinya dengan cara menetapkan alternatif solusi pribadi untuk membangun konsep Matematika informal untuk selanjutnya menjadi jembatan dalam penguasaan konsep formal. Tetapi mengajukan masalah di awal pembelajaran dan meminta siswa menemukan alternatif solusi dengan caranya sendiri bukanlah hal mudah bagi siswa. Ini disebabkan karena siswa tidak terbiasa diberikan masalah dan diminta menemukan sendiri jalan keluarnya. Hampir dominan pembelajaran di kelas menggunakan metode pembelajaran konvensional atau prosedural. Cara ini sudah terbangun cukup lama sehingga sudah menjadi satu-satunya cara baku yang paling primadona dalam proses belajar mengajar di sekolah. Ini saya dapat dari hasil angket siswa bahwa mayoritas siswa mengharapkan adanya pemberian materi atau rumus-rumus terlebih dahulu sebelum diberikannya soal. Ini merupakan tahapan yang bisa dilakukan oleh guru-gurunya. Jelas ini tidak sejalan dengan rencana yang saya buat. Lantas, haruskah menyerah dengan tantangan penelitian di lapangan saat itu? Padahal masih ada paling tidak delapan pertemuan lainnya dengan siswa yang membuat saya harus tetap menggiring proses belajar mengajar siswa dari cara-cara prosedural ke arah pemecahan masalah dengan pendekatan Matematika realistik ke dalam diri pribadi siswa.
Bayangkan, ketidaksesuaian harapan tersebut terjadi pada penelitian yang saya persiapkan dengan matang dan melibatkan banyak ahli. Jadi, hampir pasti bisa diperkirakan bagaimana beratnya tantangan yang harus dihadapi peneliti jika tidak mempersiapkan rencana secara matang. Siap tidaknya dua tahapan di atas, akan menjadi ukuran keberlanjutan studi kita pada tahap evaluasi dan refleksi yang selanjutnya kita hadapi. Karena, jika studi lapangan tidak memberikan dampak seperti yang kita harapkan, meskipun sementara, maka kita harus merumuskan temuan-temuan lain yang masih relevan dengan tujuan penelitian kita. Jika tidak, apa yang akan kita angkat menjadi hasil studi ilmiah, atau apa yang akan dibahas dalam laporan penelitian? Sesederhananya bagian pembahasan laporan penelitian adalah hanya mengulang kembali latar belakang, landasan teori, dan sedikit hasil penelitian, itu pun biasanya hanya berupa hasil pengolahan data dalam bentuk staistik atau penilaian persepsi. Inilah keadaan yang seperti saya paparkan di awal penulisan opini ini.
Bukan hal yang salah jika mahasiswa khususnya calon lulusan strata satu hanya menyelesaikan tugas akhir karya ilmiah dalam bentuk deskriptif. Bukan pula salah jika mahasiswa hanya menguji dengan menolak atau menerima nilai hipotesis nol. Memang tidak diharapkan mahasiswa dapat membuat suatu karya ilmiah yang menghasilkan suatu teori cukup besar yang berlaku dalam satu bidang ilmu tertentu. Namun setidaknya mahasiswa dapat mempersiapkan suatu studi penelitian dengan rancangan yang cukup baik bahkan jika mungkin sangat baik terutama pada bagian instrumen penelitian agar hasil yang didapat tidak jauh dari harapan. Ada bagian lain yang diharapkan diperoleh dari penelitian dari sekedar jawaban bahwa penelitian ini berhasil meningkatkan suatu standar ukur tertentu. Hal yang sangat ditunggu-tunggu bagi pembaca hasil karya tulis adalah paparan tentang temuan tertentu selama penelitian atau anaisis data. Temuan tertentu tersebut tidak selalu bernilai positif, tetapi dapat juga berupa kelemahan-kelemahan yang mungkin dihindari oleh peneliti lain. Bahwa membuat laporan penelitian atau publikasi ilmiah juga berperan untuk memberitahukan kepada pembaca bahwa ada hal unik dan berbeda atau tidak berbeda sama sekali tetapi masih layak untuk diberikan kepada dunia khususnya pendidikan berdasarkan temuan penelitian.
Masihkah kita memikirkan penelitian itu berat? Jika iya, maka lakukanlah persiapan dengan matang dan baik untuk meminimalisasi hal-hal yang tidak terduga di lapangan. Jika masih merasa berat juga, maka nikmatilah proses ini. Karena sejatinya meneliti adalah tugas kita terutama pemerhati dunia pendidikan. Jika pun hasil penelitian tidak memberikan dampak yang besar, setidaknya jadikan ini amal jariyah tabungan akhirat kita dengan niat memperbaiki kondisi anak bangsa agar menjadi lebih baik lagi melalui ilmu pengeahuan. Mungkin jika kita tidak mendapatkan balasan langsung didunia, insya Allah akan menemukannya di akhirat kelak. Amin.
Intan Kemala Sari, M.Pd., Dosen Pendidikan Matematika STKIP BBG. Kepala UPT Pusat Karir kampus setempat