Sains Tidak Akan Menemukan Ruh?

8 Januari 2025 | BBG News

Telah terbit di Serambi Indonesia edisi Rabu, 8 Januari 2025

Dr. Muhammad Iqbal, S.Pd, MA, Dosen Universitas Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh.

Dalam era di mana sains dan teknologi terus melaju dengan kecepatan luar biasa, banyak misteri yang dulunya tak terjawab kini mulai terkuak. Dari rahasia alam semesta hingga peta genom manusia, ilmu pengetahuan terus menunjukkan kekuatannya untuk memahami dunia.

Namun, ada satu pertanyaan mendasar yang tetap berada di luar jangkauan mikroskop atau teleskop: apa itu ruh? Sejak zaman dahulu, ruh telah menjadi konsep yang diperdebatkan oleh para pemuka agama dan filsuf. Dalam perspektif Islam, ruh adalah esensi dari kehidupan manusia yang berada dalam domain Allah.

Sains dengan segala keunggulannya, tak mampu mendekati substansi ini. Apakah ruh memang berada di luar batas sains? Atau, seperti yang diyakini dalam Islam, ruh adalah urusan Tuhan yang tak dapat disentuh oleh usaha manusia?

Ruh adalah topik yang penuh misteri, terutama dalam ajaran Islam. Dalam Islam, ruh disebut sebagai urusan Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an: Mereka bertanya kepadamu

(Nabi Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit.” (QS Al-Isra: 85). Pernyataan ini menegaskan bahwa ruh adalah salah satu rahasia ilahi yang tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh manusia. Beberapa ilmuwan dan pemikir telah mencoba meneliti konsep ruh atau fenomena terkait kesadaran dan jiwa dalam batasan sains. Berikut beberapa di antaranya:

Duncan MacDougall (Awal Abad ke-20) 

MacDougall terkenal dengan eksperimennya yang mencoba menimbang tubuh manusia sebelum dan setelah kematian untuk menentukan apakah ruh memiliki massa. Ia melaporkan perubahan berat sekitar 10 hingga 28 gram setelah nyawa atau jiwa mereka pergi dari tubuhnya. Meskipun eksperimennya menuai kritik karena metodologi yang tidak valid secara ilmiah, upayanya menunjukkan ketertarikan sains terhadap misteri kehidupan dan kematian.

Raymond Moody 

Moody mengungkap pengalaman orang-orang yang mendekati kematian, mengupas gejala yang biasa dialami, seperti sensasi damai, perjalanan melalui terowongan gelap, pertemuan dengan makhluk cahaya, hingga perubahan pandangan hidup setelah kembali dari pengalaman tersebut. Moody tidak berusaha membuktikan keberadaan kehidupan setelah kematian, melainkan menggambarkan fenomena ini secara objektif berdasarkan hasil penelitian dan wawancara serta membandingkan pengalaman-pengalaman tersebut dengan pandangan agama, filsafat dan spiritualitas, termasuk Alkitab, ajaran Plato serta kitab Tibet tentang kematian.

Sam Parnia 

Sebagai spesialis dalam bidang resusitasi, Parnia meneliti pengalaman pasien yang berada dalam kondisi mati suri. Penelitiannya mendokumentasikan laporan kesadaran atau pengalaman di luar tubuh, menantang pemahaman tradisional tentang hubungan antara otak dan kesadaran.

Studi-studi ini menunjukkan bahwa meskipun sains mencoba mendekati aspek non-fisik kehidupan, seperti kesadaran dan pengalaman mendekati kematian, konsep ruh dalam Islam tetap berada di luar jangkauan sains. Ruh sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an adalah misteri ilahi yang hanya diketahui oleh Allah. Apakah ini berarti sains harus berhenti mencoba memahaminya, ataukah kita hanya belum menemukan cara yang tepat untuk mendekati misteri ini?

Apa Itu Ruh? Perspektif Islam

Dalam pandangan Islam, ruh adalah pemberian langsung dari Allah, sebuah aspek ilahi yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Ruh disebutkan dalam banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan pentingnya elemen ini dalam kehidupan manusia. Ruh adalah inti dari kesadaran dan kehidupan, tetapi sifatnya tetap menjadi rahasia ilahi.

Sebagai contoh, Allah berfirman dalam QS As-Sajdah: “Kemudian, Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)-Nya (QS As-Sajdah: 9). Ayat ini menegaskan bahwa ruh adalah pemberian khusus dari Allah kepada manusia yang menjadikannya makhluk yang istimewa. Ruh bukan hanya sekadar “energi kehidupan” tetapi bagian yang menghubungkan manusia dengan Penciptanya. Hal ini membuat manusia memiliki kapasitas moral dan spiritual yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.

Selain itu, ruh juga menjadi dasar tanggung jawab manusia di dunia ini. Dengan ruh, manusia diberi kebebasan untuk memilih, berbuat baik, atau berbuat buruk. Sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Balad: Dan kami juga telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)? (QS Al-Balad: 10). Dalam hal ini, ruh memainkan peran penting dalam menentukan arah kehidupan manusia.

Sains dan Batas Pengetahuan

Sains telah mencapai kemajuan luar biasa dalam memahami otak manusia, pusat dari pikiran, emosi, dan kesadaran. Neurosains, misalnya telah mengungkap bagaimana berbagai bagian otak berfungsi dan bagaimana sinyal listrik menciptakan pengalaman subjektif. Namun, bahkan dengan semua pengetahuan ini, pertanyaan tentang “kesadaran” dan kaitannya dengan ruh tetap belum terjawab.

Kesadaran adalah fenomena yang sulit dijelaskan oleh sains. Bagaimana pengalaman subjektif, seperti perasaan cinta atau rasa sakit, muncul dari aktivitas saraf? Apakah kesadaran hanya hasil interaksi kimia dan fisika atau ada sesuatu yang lebih dalam? Ini adalah celah yang belum mampu dijembatani oleh sains yang memberikan ruang bagi kepercayaan spiritual tentang keberadaan ruh sebagaimana dijelaskan dalam Islam. Dalam ajaran Islam, keterbatasan sains dalam menjelaskan ruh bukanlah kelemahan tetapi pengingat bahwa pengetahuan manusia bersifat terbatas.

Ruh: Urusan Tuhan

Dalam ajaran Islam, ruh tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang misterius tetapi juga sakral. Ruh adalah milik Allah, sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat Al-Qur’an. Memahami ruh sepenuhnya dianggap melampaui kapasitas manusia. Pendekatan ini mengingatkan kita akan keterbatasan pengetahuan manusia dan pentingnya kerendahan hati dalam menghadapi misteri kehidupan.

Sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Isra: 85, pengetahuan tentang ruh adalah sesuatu yang hanya Allah ketahui secara sempurna. Umat manusia diberi pengetahuan yang terbatas, sehingga mencoba memahami rahasia ilahi ini sepenuhnya bisa menjadi bentuk arogansi yang tidak pada tempatnya. Kesadaran akan keterbatasan ini juga mengajarkan manusia untuk lebih bersyukur dan tunduk kepada Allah.

Ruh juga menjadi pengingat tentang akhirat. Ketika manusia meninggal, ruh kembali kepada Allah. Sebagaimana dinyatakan dalam QS Az-Zumar: “Allah menggenggam nyawa (manusia) pada saat kematiannya dan yang belum mati ketika dia tidur. Dia menahan nyawa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan” (QS Az-Zumar: 42). Ayat ini menunjukkan bagaimana ruh terhubung dengan kehidupan dunia dan akhirat.

Pada akhirnya, pertanyaan tentang ruh adalah pengingat tentang keterbatasan manusia. Seberapapun majunya teknologi atau ilmu pengetahuan, ada aspek-aspek kehidupan yang mungkin akan tetap berada di luar jangkauan kita. Ruh adalah salah satu dari aspek tersebut, sebuah misteri yang mengingatkan kita akan kebesaran Allah dan keterbatasan usaha manusia.

Menerima bahwa ruh adalah urusan Tuhan bukanlah bentuk keputusasaan, melainkan pengakuan akan kebijaksanaan ilahi yang tak terbatas. Sebagai manusia, tugas kita bukan untuk memahami semua misteri, tetapi untuk menjalani hidup dengan penuh kesadaran akan tujuan yang telah Allah tetapkan. Dalam menerima misteri ruh, kita tidak hanya menghormati kebesaran Allah tetapi juga menemukan kedamaian dan makna yang lebih dalam dalam hidup kita.

Artikel ini telah tayang di Serambi Indonesia dengan judul “Sains tidak akan Menemukan Ruh?”, https://aceh.tribunnews.com/2025/01/08/sains-tidak-akan-menemukan-ruh?page=all.

Bagikan
partner-1
partner-2
partner-3
partner-4
partner-5
partner-6
partner-7
partner-8
partner-9
partner-10
partner-11
partner-12
partner-13
partner-14
partner-15
partner-16
Skip to content