Intan Kemala Sari, M.Pd., Dosen Pendidikan Matematika
Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) mulai banyak diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Kehadiran AI dalam proses pembelajaran menawarkan berbagai inovasi yang menjanjikan, seperti pembelajaran yang dipersonalisasi, sistem penilaian otomatis, hingga tutor virtual yang siap mendampingi siswa kapan saja. Namun, muncul pertanyaan besar: sejauh mana pembelajaran berbasis AI efektif bagi anak-anak?
Pembelajaran berbasis AI adalah pendekatan pendidikan yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan untuk mendukung proses belajar mengajar. AI dapat dianalisis dari cara sistem mengenali pola belajar siswa, menyesuaikan materi sesuai kebutuhan individu, serta memberikan umpan balik secara real-time. Contoh penerapan AI dalam pendidikan antara lain Aplikasi pembelajaran adaptif seperti Khan Academy, Duolingo, dan Ruangguru yang menyesuaikan tingkat kesulitan berdasarkan kemampuan pengguna. Tutor virtual dan chatbot edukatif yang menjawab pertanyaan siswa di luar jam sekolah. Sistem analitik pembelajaran yang membantu guru memantau perkembangan siswa secara lebih detail.
Ada beberapa kelebihan pembelajaran berbasis AI. Pertama, Personalisasi Pembelajaran AI memungkinkan pendekatan yang lebih personal. Setiap anak memiliki gaya dan kecepatan belajar yang berbeda. Dengan algoritma yang canggih, sistem AI dapat menyesuaikan materi ajar sesuai dengan tingkat pemahaman dan kebutuhan masing-masing siswa. Ini sangat membantu terutama bagi anak yang mungkin kesulitan mengikuti pelajaran dengan metode konvensional di kelas. Kedua, pembelajaran fleksibel. Dengan adanya AI, pembelajaran bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Anak-anak tidak lagi terikat pada ruang dan waktu tertentu. Hal ini tentu sangat berguna dalam situasi darurat seperti pandemi, atau bagi anak-anak di daerah yang sulit mengakses pendidikan formal. Ketiga, umpan balik cepat dan akurat AI mampu memberikan umpan balik secara instan setelah anak mengerjakan tugas atau latihan soal. Ini memungkinkan siswa untuk segera mengetahui kesalahan mereka dan memperbaikinya secara langsung, sehingga proses belajar menjadi lebih efektif. Keempat, membantu guru dan Orang Tua AI dapat menjadi asisten yang andal bagi guru dan orang tua dalam memantau perkembangan anak. Dengan laporan otomatis, guru bisa mengetahui area yang perlu diperkuat, dan orang tua pun bisa lebih terlibat dalam proses belajar anak.
Meskipun banyak kelebihan, pembelajaran berbasis AI juga menyimpan tantangan dan kekhawatiran, terutama dalam konteks anak-anak yang masih berada dalam fase perkembangan kognitif, emosional, dan sosial. Ketergantungan pada teknologi Salah satu risiko terbesar adalah anak-anak bisa menjadi terlalu bergantung pada teknologi. Mereka mungkin kehilangan kemampuan untuk belajar mandiri tanpa bantuan sistem, atau bahkan berkurang interaksinya dengan guru dan teman sebaya.
Belajar tidak hanya tentang menyerap informasi, tetapi juga membangun keterampilan sosial, seperti kerja sama, komunikasi, dan empati. Pembelajaran yang terlalu mengandalkan AI dikhawatirkan mengurangi ruang bagi anak untuk berinteraksi secara langsung dengan orang lain. Tidak semua anak memiliki akses yang sama terhadap perangkat dan internet. Penggunaan AI dalam pendidikan bisa memperlebar kesenjangan antara anak-anak yang berada di lingkungan yang sudah melek teknologi dan mereka yang tidak. Penggunaan AI mengharuskan pengumpulan dan pengolahan data pribadi siswa, seperti kebiasaan belajar, waktu akses, hingga nilai tes. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai perlindungan data dan privasi anak. AI memang bisa menyajikan materi dengan cepat, namun belum tentu dapat menyesuaikan konteks budaya, nilai lokal, atau kebutuhan emosional siswa sebagaimana guru manusia. Kecerdasan buatan belum sepenuhnya bisa menggantikan sentuhan manusia dalam proses belajar.
Agar pembelajaran berbasis AI benar-benar efektif bagi anak, diperlukan pendekatan yang seimbang antara teknologi dan interaksi manusia. Ada eberapa prinsip penting yang bisa diterapkan. Pertama, AI sebagai alat bantu, bukan pengganti guru. Peran guru tetap sentral dalam mendampingi anak belajar, memberikan arahan moral, dan membangun hubungan emosional yang sehat. Kedua, kombinasikan pembelajaran daring dan luring. Model hybrid yang menggabungkan pembelajaran digital dan tatap muka bisa menjadi solusi ideal. Ketiga, Perhatikan durasi screen time. Terlalu lama menatap layar bisa berdampak negatif pada kesehatan mata dan mental anak. Batasi waktu penggunaan perangkat sesuai usia. Keempat, berikan pendampingan saat anak belajar. Orang tua atau guru perlu hadir, bukan hanya untuk memastikan anak fokus belajar, tetapi juga untuk membantu ketika mereka kesulitan atau butuh motivasi. Kelima, evaluasi dan adaptasi terus-menerus. Sistem AI harus terus dikembangkan berdasarkan masukan dari pengguna, guru, dan psikolog pendidikan, agar tetap relevan dan sesuai dengan perkembangan anak.
Pembelajaran berbasis AI menawarkan potensi besar dalam meningkatkan efektivitas pendidikan anak, terutama dalam aspek personalisasi dan fleksibilitas. Namun, efektivitasnya tetap bergantung pada bagaimana teknologi tersebut digunakan dan dikombinasikan dengan peran manusia. Teknologi bukanlah solusi tunggal, melainkan alat bantu yang harus digunakan secara bijak dan kontekstual. Dalam pendidikan anak, peran guru, orang tua, serta interaksi sosial tetap menjadi fondasi utama. Dengan pendekatan yang holistik, AI bisa menjadi jembatan menuju masa depan pendidikan yang lebih inklusif, adaptif, dan berdaya guna.