Dimuat di Serambi Indonesia edisi Selasa, 16 Januari 2023
HASBI, Mahasiswa Prodi Teater Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Surakarta, peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) 3 di Universitas Bina Bangsa Getsempena, melaporkan dari Banda Aceh
Aceh provinsi yang benar-benar kaya akan budaya, wisata, kuliner, tradisi, dan lainnya. Saya sangat bersyukur bisa menginjakkan kaki di Tanah Rencong ini pada masa akhir perkuliahan.
Sudah empat bulan lamanya saya merasakan sebagai mahasiswa luar Aceh yang kuliah di Universitas Bina Bangsa Getsempena (UBBG) Banda Aceh. Hingga pada akhirnya semua tawa, canda, suka, dan duka terbayarkan dengan adanya Pentas Budaya Mahasiswa PMM (Pertukaran Mahasiswa Merdeka) yang diadakan pihak Kampus UBBG pada Rabu (10/1/2024) .
Pentas budaya ini diikuti oleh peserta PMM mewakili sepuluh provinsi di Indonesia, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Pentas budaya ini sebuah wadah untuk memperkaya diri dan memperluas wawasan terkait kebudayaan yang ada di masing-masing daerah yang ditampilkan.
Acara diawali dengan pembukaan, sambutan oleh Rektor UBBG, Ibu Dr Lili Kasmini MSi, sambutan oleh ketua pelaksana, sambutan oleh Koordinator MBKM UBBG, serta sambutan oleh Dosen Modul Nusantara, lalu pentas budaya pun dimulai.
Pentas Budaya Pelepasan Pertukaran Mahasiswa Merdeka melibatkan berbagai elemen seni, seperti tari tradisional, menyanyi, pencak silat, nyinden, pidato dengan empat bahasa, hingga ‘fashion show’ dengan menampilkan baju adat dari daerah masing-masing peserta PMM.
Pada pentas budaya ini saya berkesempatan menampilkan keahlian saya, yakni ‘nyinden Banyuwangian’. Saya nyanyikan sepenggal lirik lagu Osing, yaitu Umbul-Umbul Blambangan dan saya juga memakai ‘udeng’ serta kain batik khas Banyuwangi. Sangat bangga saya membawakan nyanyian tersebut. Dengan cengkok yang khas, saya pamerkan di depan ratusan mahasiswa dan dosen UBBG Banda Aceh.
Berbagai mata acara ditampilkan mahasiswa PMM 3 UBBG pada kesempatan ini, yakni: pembacaan puisi Tanah Halmahera dari Ternate, Maluku Utara. Puisi tersebut menceritakan tentang keindahan tanah Halmahera, kemudian Arung Tanete dan tari empat etnis Sulawesi. Arung Tanete sendiri merupakan janji sumpah setia yang dilakukan seorang pemberani pada zaman dahulu. Yakni, janji seorang panglima perang kepada raja yang diiringi oleh musik gandrang dan pui’ pui’ khas Bugis, Makassar. Selanjutnya, tarian empat etnis dari Sulawesi, meliputi Makassar, Bugis, Mandar, dan Toraja.
Ada juga pembacaan puisi berjudul “Panggil Aku Daeng” dari Sulawesi Selatan. Kemudian, sajak berbahasa Sunda dari Jawa Barat, Tari Mojang.
Priangan juga dari Jawa Barat. Tarian ini menceritakan tentang seorang gadis cantik dari Priangan yang memiliki adab sopan santun dan cerdas. Tarian ini sering ditampilkan saat melepaskan pengantin wanita kepada mempelai pria, dibawakan oleh tujuh mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Tasikmalaya, Cianjur, Cirebon, Bogor, Cimahi, dan Garut.
Berikutnya, Tari Mojang Kesatya juga dari Jawa Barat. Mojang Kesatya sendiri adalah gerakan dari pencak silat yang dilakoni oleh wanita.
Selanjutnya tari sancang gugat juga dari Jawa Barat. Tarian ini menceritakan tentang perjuangan untuk mempertahankan dan membela kebenaran. Berawal dari perang persaudaraan di Kerajaan Sancang Gugat untuk memperebutkan takhta kekuasaan, tarian ini ditarikan oleh dua mahasiswa yang berasal dari Bandung dan Garut.
Selanjutnya tari selendang Pemalang dari Jawa Tengah. Dalam tarian ini keberadaan selendang atau ‘sampur’ kedua ujungnya dibuat simpul. Simpul ini melambangkan legenda yang ada di Pemalang, yaitu gagalnya peperangan karena kepandaian Nyai Widuri yang mampu menjaga rahasia dari kedua belah pihak. Tarian ini dilakoni oleh tiga penari yang berasal dari Pemalang, Brebes, dan Klaten.
Kemudian, silat tarung ganda yang dibawakan oleh dua pemuda dari Malang dan Madura, Jawa Timur, disusul Sinden Banyuwangian, dan Tari Rek Ayo Rek dari Jawa Timur. Tarian ini merupakan tarian dolanan anak Jawa Timuran, dibawakan oleh tujuh penari dari Surabaya, Blitar, Lamongan, Banyuwangi, Gresik, Madura, dan Malang.
Acara juga dimeriahkan oleh lenong Betawi dan tarian lenggang nyai dari Jakarta. Tari lenggang nyai merupakan tarian kreasi baru yang diambil dari cerita rakyat Betawi. Nama “Lenggang Nyai” berasal dari kata ‘lenggang’ yang mempunyai arti “melenggak-lenggok” dan kata “Nyai” yang diambil dari kisah hidup Nyai Dasima, muslimah pribumi yang menjadi pasangan hidup pria Belanda yang beda agama dengannya. Pertunjukan ini dibawakan oleh dua perempuan asli dari Jakarta.
Berikutnya, Tari Te`o Renda dari NTB. Tarian ini berasal dari Kabupaten Rote, biasanya dimainkan oleh lima penari perempuan dan enam penari laki-laki atau bisa dilakukan secara kelompok. Tarian ini merupakan tari hiburan bagi para petani saat melepas lelah di senja hari setelah bekerja di sawah dan ladang.
Tarian ini juga bisa ditampilkan untuk menyambut tamu atau pejabat-pejabat dan kegiatan suka cita di kalangan masyarakat Rote. Namun, pada acara Pentas Budaya di UBBG ini ditampilkan langsung hanya oleh dua penari asli dari NTT.
Kemudian, ditampilkan pula tari peresean dari NTB, merupakan seni bela diri tradisional yang berasal dari Lombok, NTB. Seni bela diri ini adalah bagian penting dari budaya Sasak di pulau tersebut,
Pertunjukan peresean umumnya melibatkan dua petarung yang menggunakan senjata tradisional, yaitu kujang (sejenis pedang pendek) dan perisai. Para petarung juga menari sambil memukul-mukul perisai dan kujang dengan irama musik yang dimainkan oleh para pemusik. Selain sebagai pertunjukan seni bela diri, peresean juga memiliki nilai-nilai spiritual dan keagamaan bagi masyarakat Sasak. Seni bela diri ini terus dilestarikan dan dikembangkan untuk memperkaya warisan budaya Indonesia. Pertunjukan ini dibawakan oleh mahasiswa asli Lombok.
Berikutnya, pidato empat bahasa: Bahasa Indonesia, Sunda (Jawa Barat), Tolaki (Sulawesi Tenggara), dan Sasak (NTB). Terakhir, fashion show. Di pengujung acara kami semua memperagakan baju adat dari masing-masing daerah, dengan menggunaan sapaan khas dari provinsi masing-masing.
Acara pentas budaya tersebut juga memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar satu sama lain, saling bertukar cerita, dan memperluas jaringan pertemanan lintas budaya. Ini membantu dalam membangun toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan rasa persaudaraan di antara peserta.
Dengan demikian, Pentas Budaya Pertukaran Mahasiswa di UBBG bukan hanya acara hiburan semata, melainkan juga merupakan sebuah wadah yang memperkuat nilai-nilai persaudaraan dan saling pengertian di antara mahasiswa yang lain.
Dengan menyelenggarakan acara semacam itu, UBBG memberikan kontribusi penting dalam membangun jembatan antarbangsa dan memperluas pemahaman global tentang nilai-nilai budaya. Terima kasih banyak Aceh dan UBBG, keduanya sangat layak dikenang.
Artikel ini telah tayang di Serambi Indonesia dengan judul “Merajut Nusantara Melalui Seni Budaya PMM di UBBG”, https://aceh.tribunnews.com/2024/01/16/merajut-nusantara-melalui-seni-budaya-pmm-di-ubbg?page=all.