Mempromosikan Kuliner Aceh Melalui Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka

1 Desember 2022 | BBG News

(Dimuat di Serambi Indonesia, edisi 16 November 2022)

Mirda Mastura, mahasiswi Prodi Sarjana Keperawatan Universitas Bina Bangsa Getsempena dan anggota UKM Jurnalistik,  peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Inbond Universitas Muhammadiyah Semarang.melaporkan dari Semarang, Jawa tengah.

 

Melalui program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Dalam Negeri (DN) batch 2 mahasiswa peserta berkesempatan mengenal dan memperkenalkan budaya dari daerah asal masing-masing. Kegiatan pengenalan budaya ini dirangkum dengan nama “Kenali Asalku” yang diselenggarakan di kampus penerima Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS).

 

Kegiatan ini menampilkan tarian sebagai simbol budaya dari masing masing daerah, Semua daerah menampilkan tarian terbaik dengan antusias yang luar biasa. Sebagai salah satu mahasiswa peserta PMM DN batch 2 di kampus penerima UNIMUS yang berasal dari Aceh, Saya turut berpartisipasi dalam rangkaian acara Kenali Asalku.

 

 

Saya dan teman-teman dari Aceh tergabung dalam tim yang beranggotakan sepuluh orang suku Aceh dan satu orang suku Gayo. Kami menampilkan tarian Ranup Lampuan dan tarian Guel. Karena Tarian Ranup Lampuan mencerminkan kebiasaan masyarakat Aceh yaitu “Peumulia Jame” yang artinya memuliakan tamu.

 

 

Dengan gerakan lemah lembut menggambarkan estetika dan etika yang tinggi masyarakat Aceh. Ditandai dengan gerakan jemari yang mengayun ke kiri dan ke kanan melambangkan rasa khidmat dalam memberi penghormatan menyambut kedatangan tamu undangan. Urutan puncak tarian ini ada di saat gerakan mempersiapkan sirih untuk persembahan sebagai simbol persaudaraan adat Aceh.

 

 

Di akhir penampilan kami, ditutup dengan tarian solo Guel dari dataran tinggi tanah suku Gayo Aceh Tengah. Tarian yang biasanya ditampilkan saat acara pernikahan Ini mengandung unsur keras dan lembut.

 

 

Berkisah tentang proses upaya menemukan dan membujuk gajah putih dari negeri Linge Gayo menuju Aceh Darussalam untuk dipersembahkan kepada Sultan Aceh. Tari Guel menggambarkan temali sejarah yang menghubungkan kerajaan Linge Gayo dan Aceh Darussalam yang begitu dekat dan bersahaja.

 

Berbagai proses persiapan untuk penampilan kami persiapkan. Tarian Ranup Lampuan menggunakan instrumen puan, mangkuk, bunga tabur, daun sirih, kapur sirih, gambir, dan pinang. Dalam prosesnya, kami kesulitan menemukan penjual pinang karena minimnya keberadaan pohon pinang yang tumbuh dan dijual di pulau Jawa, tepatnya sekitaran Semarang. Hal ini dibuktikan saat kami menanyakan ke pedagang di pasar Kedungmundu, Semarang. Mereka mengaku belum pernah melihat langsung bentuk pinang dan tidak tahu tentang khasiat serta kegunaannya.

 

 

Walau mengalami beberapa kendala, kami bisa tampil dengan baik setelah latihan selama seminggu. Acara kenali Asal ku ditutup dengan menyanyikan lagu “Indonesia Jaya” dan “Pelajar Pancasila ” bersama 128 peserta PMM DN batch 2 inbond UNIMUS.

 

 

Acara pengenalan budaya daerah masing-masing tak hanya sampai ditarian. Dilanjutkan dengan acara “Kulinerku” yang diselenggarakan setelah beberapa hari selesainya acara Kenali Asalku.

 

 

Acara Kulinerku memadukan beberapa daerah menjadi satu kelompok yang beranggotakan 5 – 7 orang, acara masak memasak makanan khas daerah ini di selenggarakan dalam ruang Laboratorium Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Semarang.

 

 

Saya tergabung dalam kelompok Sumatera yang anggotanya terdiri dari Aceh, Padang, dan Lampung. Kami memasak “Gulai Ayam” khas Sumatera Barat, dipadukan dengan minuman segar “Ie Lincah Mameh” khas Aceh.

 

 

Gulai merupakan salah satu jenis hidangan yang tersebar luas di Nusantara. Ciri khas Gulai dari Sumatera Barat adalah banyak mencampurkan rempah dapur dan dimasak dalam santan kental, sehingga akan terasa gurih. Sebagai minuman pendampingnya, kami memilih minuman segar khas Aceh “Ie Lincah Mameh”.

 

 

Di Aceh minuman ini mudah sekali ditemukan saat bulan Ramadhan datang, biasa disajikan saat acara besar seperti Maulid Nabi, Pernikahan, Pesijuk (syukuran) tujuh bulanan, dan acara lainnya. Minuman penuh kesegaran ini memadukan rasa segar dan pedas sesuai lidah orang Aceh yang suka pedas dan asam. Menggunakan buah yang asam, manis, ditambah rasa pedas dari cabai menghasilkan cita rasa kesegaran saat sampai di tenggorokan.

 

 

 

 

 

Teman teman dari kelompok yang berasal dari daerah seantero Nusantara juga menampilkan makanan dan minuman khas masing masing seperti Es Pisang Ijo dari Kalimantan, Sambal Seruit dari Lampung, Sanggara Balanda dari Sulawesi Selatan, Tekwan dari Palembang, Ayam Tok Tok dari Medan, Lema dari Bengkulu, Barobbo dari Sulawesi Tenggara, Jagung Bonsei dari NTT, dan masih lagi.

 

 

Sedangkan teman teman kelompok lain dari Aceh menghidangkan beragam makanan atau minuman khas Aceh Seperti Kopi Gayo. Kopi kebanggaan Aceh ini merupakan varietas kopi arabika yang menjadi salah satu komoditi unggulan berasal dari dataran tinggi Gayo, Takengon.

 

 

Ada juga yang menghidangkan kue “Cimpe”, kue khas Suku Alas di Aceh Tenggara. Kue ini populer di beberapa daerah lain seperti Tapanuli Selatan yang menyebutnya kue cimpa unung, namun yang membuat cimpe berbeda adalah balutannya menggunakan daun pandan sehingga aroma khas pandan akan sangat terasa dalam gigitan pertama.

 

 

Selanjutnya ada juga kue “Lapek ketan” dari suku Aneuk Jame, Suku berdarah Minang di Aceh. Kue satu ini mirip “Pulot Bakar” khas Aceh, bedanya Lapek ketan menambah kelapa parut di nasi ketan sebelum di bakar, sedangkan Pulot Bakar menggunakan nasi ketan yang sudah dikukus dengan santan ditambahkan gula lalu dibakar. Kue Lapek ketan biasanya dibuat saat Maulid Nabi, dan acara lainnya. Sedangkan Pulot Bakar menjadi makanan pembuka hari yang biasa disandingkan dengan teh atau kopi pagi.

 

 

Acara Kulinerku merupakan acara pengenalan budaya melalui makanan khas daerah. Pada awal perencanaan kami yang berasal dari Aceh sempat kebingungan karena kendala tidak tersedianya bahan makanan khas untuk dimasak seperti Pliek U, Asam Sunti, U neulhe dan bumbu masakan Aceh lainnya untuk memasak makanan khas Aceh.

 

 

Salah satu warga Aceh Utara, yang tinggal di Magelang, Jawa tengah Nur Afifah menyebutkan untuk menemukan bahan masakan Aceh memang sulit di Jawa Tengah, ia menambahkan untuk tetap bisa menikmati makanan khas Aceh, bumbu khasnya dikirim langsung oleh orang tuanya di Aceh.

 

 

Hal ini menunjukkan betapa sebuah ciri khasnya bumbu masakan Aceh, sehingga sulit ditemukan di luar daerah Aceh. Akhirnya kami memutuskan untuk memasak makanan yang tidak menggunakan bumbu khas dengan tetap mengusung tema makanan khas Aceh.

 

 

Salah satu dosen Modul Nusantara ibu Dr. Siti Aminah S.TP.,M.Si menuturkan masakan Aceh memiliki cita rasa asam, pedas, dan kaya rempah. Hal ini menjadi perbedaan dengan masakan Semarang yang terbilang manis dan gurih.

 

Dibalik proses rangkaian kegiatan  program PMM yang penuh lika-liku, tentu ada manfaat besar yang berhasil menambah pengetahuan, membuka wawasan dan kelak melalui pengalaman ini membawa perubahan dalam kehidupan kami peserta pertukaran.

Bagikan
Skip to content