Konsumsi Manis Bikin Bahagia atau Malah Bahaya?

17 April 2025 | BBG News

Dimuat di Serambi Indonesia edisi Kamis, 17 April 2025

Mirda Mastura, Alumni S1 Keperawatan Universitas Bina Bangsa Getsempena, melaporkan dari Banda Aceh.

TIDAK dipungkiri setelah mengonsumsi sesuatu yang manis membuat perasaan kita lebih baik, apalagi perempuan saat mengalami pramenstrual syndrome (PMS).

Tak jarang juga orang-orang memilih mengonsumsi yang manis saat harinya sedang tidak baik-baik saja. Atau saat stres yang sedang meningkat.

Menurut survei, anak muda zaman sekarang lebih memilih makanan yang manis sebagai wujud pelampiasan stres yang dialaminya.

Hal ini karena mengonsumsi makanan atau minuman manis dapat meningkatkan hormon serotonin yang sering dijuluki dengan hormon bahagia.

Hormon ini berperan dalam meningkatkan perasaan bahagia dan rileks. Oleh karena itu, makanan atau minuman manis sering dikaitkan dengan peningkatan suasana hati.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sengupta & Holmes 2019, hormon serotonin mempunyai fungsi untuk mengatur regulasi mood, rasa sakit, tidur, nafsu makan, kontraksi otot, perilaku seksual, regulasi jantung, dan beberapa fungsi kognitif, termasuk memori.

Serotonin disintesis di neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf pusat. Selain mengatur regulasi emosi, kelebihan atau kekurangan hormon serotonin juga berpengaruh terhadap memori.

Oleh karena itu, kurangnya hormon serotonin dapat berdampak pada lemahnya kemampuan kognitif dan daya ingat, serta suasana hati menjadi tidak bahagia (Bacqué-cazenave et al., 2020; Waider et al., 2019).

Mengutip Cleveland Clinic, salah satu institusi medis dan pusat penelitian dunia yang berlokasi di Amerika Serikat, menyebutkan 90 persen hormon serotonin ditemukan di usus.

Di usus hormon ini berperan dalam mengontrol, melindungi fungsi usus, dan mempercepat pencernaan guna membersihkan tubuh dari makanan yang mengiritasi atau yang bertoxin.

10 Persen lainnya dari hormon serotonin diproduksi di otak, berperan sebagai pengontrol suasana hati.

Ketika serotonin berada pada tingkat normal, kita merasa lebih fokus dan stabil secara emosional, lebih bahagia dan tenang.

Namun sebaliknya, jika serotonin berada dalam kadar rendah, dapat berdampak pada perasaan stres. Hal inilah yang membuat kebanyakan dari kita merasa lebih baik setelah mengonsumsi yang manis. Terlebih lagi pada saat wanita yang sedang PMS.

Namun, mengonsumsi sesuatu yang manis secara berlebihan dapat meningkatkan kadar gula dalam darah atau biasa disebut glukosa.

Kadar glukosa yang meningkat membuat insulin bekerja berkali lipat untuk memasukkan gula-gula di darah ke dalam inti sel agar diubah menjadi sumber energi.

Hal inilah yang membuat tubuh merasa berenergi setelah mengonsumsi yang manis. Insulin dihasilkan di organ pangkreas.

Ketika kadar gula darah meningkat menyebabkan jumlah insulin yang diproduksi tidak sebanding dengan jumlah gula di dalam darah sehingga tidak mampu mengorganisasi glukosa untuk masuk ke dalam inti sel sebagai energi. Kondisi ini disebut resistensi insulin.

Menurut salah satu akademisi keperawatan, Ns Mahruri Saputra SKep, MKep, kondisi resistensi insulin terjadi karena menurunnya fungsi pangkreas dalam memproduksi insulin.

“Yang seharusnya insulin mengunci glukosa dan membawanya ke dalam inti sel kemudian mengubahnya menjadi energi, malah karena glukosa terlalu banyak dan insulin yang diproduksi kurang dari glukosa dalam darah sehingga tidak mampu meng-cover semua glukosa untuk masuk dalam inti sel.

Hal ini yang menyebabkan kebanyakan penderita diabetes melitus sering merasakan lemas, karena kekurangan energi,” ungkap Mahruri.

Apabila resistensi insulin terjadi berlarut-larut, dapat menyebabkan berbagai komplikasi jika tidak cepat diatasai.

Cara mengatasinya dapat dilakukan dengan hal yang paling sederhana dulu, seperti menjaga pola makan, mengontrol makanan manis, dan melakukan konsultasi dengan dokter.

Kondisi ketika insulin mulai tidak normal disebut sebagai diabetes melitus tipe 2. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021, terdapat sekitar 19,5 juta penyandang diabetes melitus (DM) di Indonesia, dengan prevalensi 10,8 persen pada rentang usia 20-79 tahun.

Peningkatan prevalensi DM ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Hal ini dibuktikan dengan laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang mencatat peningkatan prevalensi DM tipe 1 pada anak di bawah 18 tahun sebesar 70 kali lipat dari 2010 hingga 2023.

Pada usia dewasa, kadar glukosa dikatakan normal jika kadar gula darah saat puasa / sebelum makan dalam rentang 70-100 mg/dL, kadar gula darah normal sewaktu < 200>125 mg/dL.

Penderita diabetes perlu mengontrol kadar glukosa darah normal untuk mengurangi gejala dan komplikasi penyakit. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengatur pola makan dengan memperhatikan jenis makanan dan indeks glikemiknya.

Indeks glikemik (GI) merupakan angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan. Makanan yang mengandung karbohidrat dapat memengaruhi kadar glukosa darah.

Adapun rekomendasi makanan yang dapat membantu penderita DM dalam mengatur kadar gula darah, di antaranya, sayuran hijau seperti bayam, kangkung, dan brokoli kaya serat dan rendah karbohidrat.

Serat membantu memperlambat penyerapan gula dalam darah sehingga mencegah lonjakan kadar gula darah secara tiba-tiba.

Selain sayur juga terdapat kacang-kacangan seperti almond, kenari, dan kacang tanah yang mengandung lemak sehat, protein, serat untuk membantu menjaga kestabilan gula darah, serta meningkatkan sensitivitas insulin.

Juga ikan, seperti salmon, sarden, dan tuna yang kaya akan asam lemak omega-3 yang dapat membantu mengurangi peradangan dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Untuk buah seperti apel, stroberi, dan alpukat mengandung serat, antioksidan yang membantu mengontrol kadar gula darah, dengan syarat mengonsumsinya tanpa tambahan gula.

Selain makanan, berikut minuman yang disarankan untuk penderita DM, di antaranya, air putih untuk menjaga hidrasi tubuh dan membantu ginjal mengeluarkan kelebihan gula dalam darah melalui urine.

Berikutnya, teh hijau karena mengandung antioksidan epigallocatechin gallate (EGCG) dan dapat meningkatkan sensitivitas insulin serta membantu menurunkan kadar gula darah.

Kopi tanpa gula dalam jumlah moderat juga dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan risiko diabetes tipe 2.

Manis dapat membahayakan

Dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi manis memang membuat bahagia, tetapi apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menjadi hal yang membahayakan kesehatan.

Ada beberapa hal yang dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan hormon serotonin agar mendistraksi rasa bahagia, di antaranya olahraga teratur, seperti latihan aerobik, berjalan kaki, bersepeda, atau berenang.

Semua ini terbukti meningkatkan kadar triptofan (senyawa asam yang berperan dalam pembentukan protein) dalam darah.

Tubuh menggunakan triptofan untuk membantu produksi melatonin dan serotonin. Selain itu, berjemur di bawah sinar matahari pagi selama 15-20 menit setiap hari juga dapat membantu meningkatkan kadar serotonin dan memperbaiki suasana hati.

Mendengarkan musik atau lantunan ayat suci Al-Qur’an dapat memengaruhi pengeluaran hormon serotonin karena nada dan irama yang teratur mampu merangsang perkembangan otak dan memberikan efek psikologis positif saat didengarkan.

Pijat refleksi juga dapat menurunkan hormon kortisol, meningkatkan kadar serotonin dalam tubuh, sehingga membantu mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati.

Artikel ini telah tayang di Serambi Indonesia dengan judul “Konsumsi Manis Bikin Bahagia atau Malah Bahaya?”, https://aceh.tribunnews.com/2025/04/17/konsumsi-manis-bikin-bahagia-atau-malah-bahaya?page=all.

Bagikan
partner-1
partner-2
partner-3
partner-4
partner-5
partner-6
partner-7
partner-8
partner-9
partner-10
partner-11
partner-12
partner-13
partner-14
partner-15
partner-16
Skip to content