Keunikan Putri Mandi dalam Adat Kluet

10 Desember 2020 | BBG News

Serambi Indonesia, edisi Selasa 17 November 2020

Rizka Mulyana, mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh. Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jurnalistik kampus setempat, melaporkan dari  Paya Dapur, Aceh Selatan

Kecamatan Kluet merupakan salah satu kecamatan yang ada di Aceh Selatan. Suku Kluet mendiami beberapa kecamatan di antaranya Kecamatan Kluet Utara, Kecamatan Kluet Selatan, dan Kecamatan Kluet Timur. Saya adalah salah satu penduduk yang tinggal kecamatan Kluet Timur. Oleh karena itu, budaya dan adat kami dipengaruhi oleh adat yang ada di daerah sekitar  dan menjadi adat dan budaya tersendiri yang disebut dengan Adat Kluet. Salah satu tradisi budaya khas di sini adalah tentang kuliner. Kuliner dalam masyarakat Kluet berhubungan dengan prosesi adat. Salah satunya adalah Putri Mandi.

Pada masyarakat Kluet khususnya Kluet Timur memiliki makanan khas yaitu Putri Mandi. Putri mandi adalah nama dari sebuah makanan yang berkuah, hampir mirip dengan kolak, tetapi  putri mandi biasanya hanya dimasak sejenis saja. Maksudnya, tidak ada campuran bahan yang lain selain putri mandi sendiri. Nama Putri Mandi sendiri diambil dari bentuknya yang bulat seperti telur atau “Terie” dalam Bahasa Kluet dan dimasukkan ke dalam kuah santan. Dalam Bahasa Kluet makanan ini biasa di sebut dengan istilah “ Terie Mandi”. Putri mandi memang sudah lama di kenal di Kluet Bahkan sudah beberapa puluh abad yang lalu dan biasanya dijadikan hidangan untuk hari-hari yang yang istimewa seperti saat lepas perban anak sunat atau saat akan dimandikan pertama kalinya setelah disunatkan.

Putri mandi terbuat dari tepung pulut yang diaduk dengan air putih secukupnya, kira-kira sudah bisa di bentuk, kemudian tambahkan sedikit garam agar sedikit berasa. Lalu gulung di atas telapak tangan sehingga membentuk bulatan kecil dan ditekan dengan induk jari dan jari telunjuk di dua bagian yaitu depan dan belakangnya. Kemudian masak kuah santannya sampai mendidih lalu masukkan bulatan kecil tersebut ke dalamnya.

Dalam adat Kluet sunat rasul ada istilah ”nyerah”, atau menyerahkan sang anak yang akan disunat ke ”mudim” atau tukang khitan. Proses penyerahan anak yang akan disunat ke mudim dilakukan setelah acara “ridi bo lawe” atau mandi pucuk. Tata cara mandi pucuk dalam Adat Kluet yaitu sebelum ke tempat mandi, anak sunat biasanya dipesijuk terlebih dahulu oleh orang tuanya dan orang-orang tua lainnya seperti bibi, atau isteri dari paman sang anak. Kemudian setelah itu anak sunat dipakaikan  pakaian adat Aceh, lalu di bawa ke tempat pemandian. Biasanya prosesi tersebut dilakukan di sebuah sumur di lingkungan masjid atau bisa juga di bawa ke tempat-tempat yang memungkinkan untuk mandi.

Dalam prosesi ini juga anak sunat dipangku oleh bibi atau isteri dari sepupu ayah dari anak sunat dan di pesijuk lagi oleh orang tua dan bibi-bibi  atau istri-istri dari paman anak lalu menyalaminya. Kemudian yang mempesijuk tersebut dibasahi dan direndam oleh nenek-nenek dari anak sunat atau biasa disebut “Mejemak” atau bercanda. Setelah selesai prosesi ini, anak sunat dipakaikan lagi pakaian adat kemudian di gendong oleh abang sepupu dari anak sunat yang dirasa kuat untuk menggendong, dan di antar ke rumah. Prosesi ini juga sudah dilakukan orang-orang zaman dahulu dan masih dibudayakan hingga saat ini. Setelah selesai mandi dan kembali ke rumah, anak sunat dan mudim dihidangkan makanan dalam beberapa nampan untuk makan bersama sebelum proses khitan dilaksanakan. Barulah proses penyerahan tiba, penyerahan anak sunat dari orang tua kepada Mudim dengan tujuan agar dalam proses khitan nanti  Mudim akan menjamin dan menjaga keselamatan anak sunat seperti menjaga anaknya sendiri.

Setelah dua atau tiga hari berlangsungnya proses khitan tersebut, tibalah masuk sesi “mukoi balut” atau lepas perban agar anak bisa dimandikan untuk pertama kalinya setelah anak di khitan beberapa hari yang lalu. Proses ini biasanya dilakukan setelah matahari naik, sekitar pukul 09:00 WIB. Prosesi ini juga diserahkan kepada mudim. Setelah perban di buka, Mudim kemudian dihidangkan makanan yang di masukkan ke dalam “Talam” atau nampan. Setelah selesai jeda makan, kira-kira selang waktu 30 menit setelahnya, Mudim dihidangkan lagi makanan yang di sebut “Terie Mandi” yang sudah dimasak oleh pihak keluarga anak sunat tersebut. Proses makan ini jugalah yang menjadi unik karena prosesi ini hanya di lakukan dalam adat Kluet. Masakan ini hanya di masak di hari-hari yang sakral seperti sunat rasul tersebut. Namun, bagi sebagian masyarakat, masakan ini juga bisa dimasak di bulan-bulan biasa atau di bulan Ramadhan untuk kolak “peunajoh” saat berbuka puasa.

Prosesi-prosesi tersebut bagi sebagian kampung yang ada di Kluet Timur masih kental dan masih di budayakan oleh masyarakat sekitar agar tidak pudar hingga ke generasi berikutnya. Namun,  ada juga sebagian kampung yang sudah mulai tidak peduli dengan adat tersebut dan lebih mengikuti adat modern. Seperti setelah pesta selesai, tidak ada lagi prosesi lepas perban. Atau lepas perban dilakukan oleh dokter saja.

Pada masa pandemi seperti sekarang ini, pemerintah telah menetapkan peraturan bahwa tidak boleh di adakannya pesta dan hindari keramaian sehingga prosesi-prosesi tersebut ditiadakan atau di lakukan di lain waktu demi menjaga kesehatan masyarakat setempat. Pihak keluarga hanya boleh melaksanakan prosesi-prosesi yang hanya bisa dilakukan di rumah saja dan tidak melibatkan orang banyak seperti pesijuk sebelum mandi pucuk, nyerah dan makan putri mandi bersama. Sedangkan mndi pucuk atau kegiatan yang bisa melibatkan masyarakat luar atau kegiatan yang harus di lakukan di luar rumah ditiadakan seperti mandi pucuk dan cuci beras. Atau dalam Bahasa Kluetnya dikenal dengan “Murih Beras’. Adat ini juga sudah lama ditetapkan di daerah Kluet timur dan masih di pakai hingga  saat ini.

Kami sebagai generasi muda suku Kluet sangat berharap bahwa adat istiadat dan tradisi budaya Kluet bisa dipertahankan, dijaga, dan dilestarikan. Tentu saja dengan dukungan semua pihak baik pemerintah maupun elemen masyarakat. Pasti tidak ada yang ingin jika tradisi budaya yang diwariskan oleh para leluhur secara turun-temurun ini akan punah digerus zaman. Kami juga berharap pandemi ini segera berakhir sehingga prosesi adat kluet ini bisa dilaksanakan dengan nyaman tanpa dibayangi kecemasan akan wabah corona.

Bagikan
Skip to content