Shinta Zahra, mahasiswi Pendidikan Matematika UBBG Banda Aceh, peserta Program Pejuang Muda 2021. Melaporkan dari Bau-Bau Sulawesi Tenggara. Email: shintazahra251001@gmail.com
Pulau Buton terletak di Sulawesi bagian Tenggara, pulau yang menyimpan keyaaan kerajaan masa lampau. Tak berani penjajah untuk memasuki kerajaan tersebut karena pertahanan yang sangat kuat. Pulau Buton ini sudah dikenal sejak lama, bahkan Patih Gadjah Mada menyebutkannya dalam Sumpah Palapa. Sejarah awal negeri Buton ini dimulai dari empat orang yang berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada Abad ke 13 yang bernama Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, dan Sijawangkati. Keempat orang ini membangun perkampungan yang bernama Kampung Wolio serta membangun sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan empat Limbo atau empat wilayah kecil yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa, dan Baluwu. Keempat wilayah ini dipimpin oleh seorang Bonto yang dikenal dengan Patalimbona.
Keempat Bonto ini selain menjadi kepala wilayah, juga bertugas sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan Seorang Raja. Selain dari keempat Bonto tersebut, sebelumnya telah berdiri kerajaan kecil lainnya seperti Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga, dan Batauga. Atas jasa Patalimbona lah, maka kerajaan kecil ini kemudian bergabung dan membentuk Kerajaan Baru yang bernama Kerajaan Buton yang dipimpin oleh Ratu Wa Kaa Kaa yang suaminya adalah keturunan bangsawan dari Kerajaan Majapahit. Dalam sejarah Buton, mencatat dua fase penting dimana yang pertama adalah pada abad ke 13 sampai pertengahan abad ke 16 yang dipimpin oleh enam raja dan dua ratu yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona. Kedua Ratu ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat Buton. Fase keduanya adalah saat pemerintahan kesultanan masuk Agama Islam pada Abad ke 15 yang bersamaan dilantik Laki La Ponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis.
Persamaan antara Buton dan Aceh ialah sama-sama dipimpin oleh Sultan pertama pada Abad ke 14, tak jauh berbeda antara keduanya, Buton pada Tahun 1491 sedangkan Aceh pada Tahun 1496 yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Sejarah awal berdirinya Kesultanan Aceh ialah menyatunya beberapa kerajaan kecil lainnya seperti Kerajaan Lamuri, Kerajaan Daya, Kerajaan Pedir, Kerajaan Lidier, Kerajaan Nakur hingga Kerajaan Samudra Pasai yang berada dibawah kedaulatan Kesultanan Aceh dengan diikuti Kerajaan Aru. Dalam sejarah yang panjangnya itu, Aceh mengembangkan pola dan sistem Pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa. Dimana memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, serta menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain. Kejayaan di Kerajaan Aceh ini terjadi saat dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda pada Abad ke 16. Dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mampu menguasai jalur perdagangan bahkan menjadi bandar transit bagi pedagang-pedagang Islam di Barat dikarenakan tempatnya yang strategis. Ada beberapa tempat yang menjadi peninggalan dari Kerajaan Aceh ini antara lain, Mesjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda, Benteng Indra Patra, Taman Sari Gunongan, serta Meriam Kesultanan Aceh.
Selain memiliki kesamaan masa Kesultanan, Buton dan Aceh adalah sama-sama daerah Pesisir yang identik pulau kebanggaan bak surga dunia. Sulawesi Tenggara ini identik dengan Pulau Wakatobi dan Aceh identik dengan Pulau Sabang. Pulau kebanggaan bak surga dunia ini sudah dikenal banyak kalangan serta menjadi tempat wisata favorit di kalangan pemuda-pemudi Indonesia. Pulau Wakatobi adalah singkatan kata dari Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko. Pulau Wakatobi ini masuk ke dalam wilayah Segitiga Karang Dunia, bahkan karang yang beragam serta makhluk laut akan sulit ditemukan di daerah lain. Pulau Wakatobi ini memiliki 750 dari 850 spesial koral, maka dari itu membuat tempat ini menjadi surga bagi para penyelam. Saat ini, Taman Laut Nasional Wakatobi meliputi seluruh wilayah dengan total luas 1,4 juta hektar, dimana 900.000 hektar diantaranya dihiasi dengan berbagai jenis spesies terumbu karang tropis berwarna-warni. Ada beberapa tempat wisata di Wakatobi yang wajib dikunjungi antara lain Taman Nasional Wakatobi, Telaga Gua di Pulau Wangi-wangi, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Air Terjun Moramo, Kampung Suku Bajo “si pengembara lautan”, Danau Sombano di Kaledupa, Pantai Cemara, Pulau Hoga, dan juga Gua Kontamale.
Pulau Wakatobi ini juga dikenal dengan luas sebagai Kawasan Karang Penghalang terbesar di Indonesia, keajaiban Wakatobi berada pada urutan kedua setelah Karang Penghalang Raksasa yang berada di Australia, dalam level dunia. Tak kalah menarik dengan Pulau Wakatobi, Pulau Sabang yang dikenal juga dengan Pulau Weh ialah pulau vulkanik dimana bekas meletusnya gunung berapi pada zaman Pleistosen. Pulau ini terletak di Laut Andaman dimana Pulau Sabang ini terdiri dari beberapa Pulau lainnya diantaranya adalah Pulau Weh, Pulau Rubiah, dan Pulau Klah. Pulau Sabang ini terkenal dengan ekosistemnya, Pemerintah Indonesia pun telah menetapkan wilayah ini sejauh 60 dari tepi pulau baik ke dalam maupun ke luar sebagai suaka alam. Bahkan Hiu Bermulut Besar dapat ditemukan di pantai pulau ini. Selain itu, pulau Sabang ini merupakan satu-satunya habitat katak yang statusnya terancam yang bergenus Katak Bufo. Wisata Pulau Sabang ini identik dengan Tugu Kilometer 0 Indonesia. Dibalik itu juga, tempat wisata favorit di Pulau Sabang ini meliputi antara lain ialah Pantai Iboih, Goa Sarang, Gunung Berapi Jaboi, Pantai Anoi Hitam, Air Terjun Pria Laot, Danau Aneuk Laot, Benteng dan Bunker Jepang, hingga Pantai Sumur Tiga.
Selain Kesultanan dan Tempat Wisata Pesisiran mendunia, Kebudayaan di Buton dan Aceh memiliki kekentalan yang setara. Buton memiliki suku tersendiri yang Bernama Suku Buton, suku ini adalah suku asli dari Sulawesi Tenggara khususnya di Pulau Buton. Ada beberapa adat istiadat Suku Buton salah satunya adalah Tandaki atau Posusu. Tandaki atau Posusu ini yaitu upacara yang berkaitan dengan penyunatan, dimana Tandaki untuk Laki-laki dan Posusu untuk Perempuan. Ada juga Pakaian Adat Suku Buton yang bernama Pakaian Balahadada. Pakaian ini merupakan pakaian kebesaran yang dikenakan oleh Kaum Laki-Laki Buton baik itu bagi seseorang Bangsawan maupun bukan Bangsawan. Bangsawan di Buton tersebut mempunyai nama khusus seperti La Ode untuk Laki-Laki dan Wa Ode untuk Perempuan. Dilanjutkan dengan rumah adat suku buton yaitu Banua Tada, Peninggalan Sejarah Kesultanan Buton yaitu Benteng Keraton yang berada di Kota Bau-Bau sekarang, Kesenian Suku Buton mencakup tari kalegoa, hingga Makanan Khas Suku Buton yang bernama Kasuami (terbuat dari ubi/singkong). Seperti itulah kemiripan yang terjadi antara Buton dan Aceh, yang meliputi dengan kejayaan masa kerajaan atau kesultanan, tempat wisata yang mendunia, hingga kekentalan budaya yang setara. Perbedaan tak menjadi suatu masalah jika ingin berteman atau bersaudara, bahkan semakin banyak kita menjelajahi Indonesia, semakin banyak keajaiban yang kita temui.