Ancaman Sampah terhadap Kehidupan

2 Juli 2025 | BBG News

Dimuat di Serambi Indonesia edisi Rabu, 2 Juli 2025

SITI RAFIDHAH HANUM, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Anggota UKM Jurnalistik Universitas Bina Bangsa Getsempena (UBBG) Banda Aceh, serta novelis, melaporkan dari Aceh Besar

Sampah telah menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar di dunia modern. Di tengah pertumbuhan populasi manusia dan meningkatnya gaya hidup konsumtif, volume sampah yang dihasilkan setiap hari terus bertambah.

Hampir semua kegiatan manusia menghasilkan sampah, mulai dari rumah tangga, perkantoran, industri, pertanian, hingga sektor transportasi dan jasa. Ketika sampah tidak dikelola dengan baik, dampaknya bisa sangat besar, bukan hanya bagi lingkungan, melainkan juga bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia itu sendiri.

Secara umum, sampah dikelompokkan menjadi dua kategori besar, yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup dan mudah terurai oleh proses alamiah, seperti sisa makanan, dedaunan, kulit buah, dan kotoran hewan. Sampah jenis ini sebetulnya bisa dimanfaatkan kembali, misalnya untuk membuat kompos sebagai pupuk alami yang menyuburkan tanah.

Sayangnya, banyak masyarakat yang belum terbiasa memanfaatkan potensi sampah organik ini dan justru mencampurnya begitu saja dengan sampah anorganik. Sebaliknya, sampah anorganik seperti plastik, kaca, logam, dan styrofoam, memiliki sifat yang sulit terurai dan bisa bertahan di lingkungan selama ratusan bahkan ribuan tahun. Sampah plastik misalnya, bisa tetap ada di tanah atau laut selama lebih dari 400 tahun jika tidak diolah dengan benar.

Kehadiran sampah dalam jumlah besar tanpa pengelolaan yang tepat menimbulkan banyak permasalahan. Salah satu dampak paling nyata adalah pencemaran lingkungan. Sampah yang dibuang sembarangan ke sungai atau selokan dapat menyebabkan penyumbatan aliran air dan mengakibatkan banjir saat musim hujan tiba.

Di daratan, sampah yang menumpuk dapat mencemari tanah, menurunkan kesuburan lahan, bahkan merusak ekosistem. Sementara di laut, sampah plastik menjadi ancaman serius bagi kehidupan laut. Banyak hewan laut seperti ikan, penyu, dan burung laut yang mati karena menelan atau terjerat sampah plastik yang mereka kira sebagai makanan. Ini tidak hanya mengganggu keseimbangan ekosistem, tetapi juga membahayakan manusia yang mengonsumsi hasil laut karena adanya mikroplastik yang telah masuk ke rantai makanan.

Selain mencemari lingkungan, sampah juga berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Sampah organik yang membusuk dapat menjadi tempat berkembang biaknya lalat, nyamuk, dan tikus yang membawa penyakit. Sampah yang mengandung bahan kimia berbahaya seperti baterai bekas, pestisida, dan limbah medis juga dapat meresap ke tanah dan mencemari air tanah yang menjadi sumber air bersih masyarakat.

Di beberapa tempat, kebiasaan membakar sampah juga menimbulkan polusi udara yang mengandung zat-zat berbahaya seperti karbon monoksida, dioksin, dan furan yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan penyakit kronis lainnya.

Menyadari besarnya ancaman yang ditimbulkan oleh sampah, termasuk di Aceh, berbagai upaya perlu dilakukan secara bersama-sama oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu pendekatan yang paling dikenal dalam pengelolaan sampah adalah prinsip 3R: reduce, reuse, dan recycle.

‘Reduce’ berarti mengurangi penggunaan barang-barang yang menghasilkan sampah, seperti menghindari kantong plastik sekali pakai dan memilih produk dengan kemasan ramah lingkungan.

‘Reuse’ berarti menggunakan kembali barang-barang yang masih bisa dimanfaatkan, seperti botol, kotak makanan, atau kantong belanja kain. Sedangkan ‘recycle’ berarti mendaur ulang barang-barang bekas menjadi produk baru yang berguna, seperti mendaur ulang kertas, kaleng, dan plastik menjadi barang bernilai ekonomi.

Penerapan prinsip 3R ini sangat penting untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke tempat pembuangan sementara maupun akhir.

Salah satu solusi kreatif dan efektif yang berkembang di masyarakat adalah bank sampah. Bank sampah adalah tempat di mana masyarakat bisa menyetorkan sampah anorganik yang sudah dipilah dan kemudian ditukar dengan sejumlah uang atau ditabung seperti di bank biasa. Sistem ini bukan hanya membantu mengurangi volume sampah, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa sampah memiliki nilai ekonomis.

Di berbagai kota di Indonesia, bank sampah telah menjadi bagian penting dalam gerakan pengelolaan sampah berbasis komunitas yang terbukti efektif. Salah satu contoh nyata bank sampah di Aceh adalah Bank Sampah Universitas Syiah Kuala (USK) yang sudah ramai nasabahnya.

Pemerintah juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi masalah sampah. Penyediaan infrastruktur pengelolaan sampah seperti tempat pembuangan akhir yang ramah lingkungan, kendaraan pengangkut sampah yang memadai, serta fasilitas pengolahan dan daur ulang sangat dibutuhkan.

Selain itu, pemerintah harus memperkuat kebijakan dan regulasi terkait sampah, termasuk memberikan sanksi tegas bagi individu atau perusahaan yang membuang sampah sembarangan. Kampanye pendidikan dan kesadaran lingkungan di sekolah, kantor, media massa, hingga media sosial juga perlu digencarkan agar masyarakat makin sadar akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

Namun, semua upaya ini akan sia-sia jika tidak dimulai dari kesadaran individu. Setiap orang memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Mulailah dari hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, membawa tas belanja sendiri, memilah sampah dari rumah, dan tidak membuang sampah di sungai atau selokan. Dengan langkah kecil tersebut, kita sudah ikut ambil bagian dalam upaya besar menyelamatkan lingkungan.

Masalah sampah bukanlah masalah satu orang atau satu institusi semata. Ini adalah masalah bersama yang menuntut kerja sama dan kepedulian semua pihak. Jika kita terus abai, maka dampaknya akan semakin parah dan mengancam generasi mendatang. Namun, jika kita mau bergerak, mulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat, maka masa depan yang bersih, hijau, dan sehat bukanlah mimpi kosong. Mari jadikan pengelolaan sampah sebagai budaya hidup kita demi kualitas Bumi yang lebih baik.

Pemerintah juga memiliki peran krusial dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Kebijakan yang tegas dan berpihak pada lingkungan, seperti larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai, pemberian insentif bagi industri daur ulang, serta penerapan sistem denda bagi pelanggar aturan kebersihan, dapat mendorong perubahan perilaku masyarakat secara luas.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil diperlukan untuk menciptakan solusi inovatif dan berbasis komunitas. Contohnya adalah program bank sampah, di mana warga dapat menukar sampah anorganik dengan uang atau barang kebutuhan pokok. Inisiatif seperti ini terbukti mampu mengurangi volume sampah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tak hanya berdampak pada lingkungan, pengelolaan sampah yang baik juga mencerminkan tingkat peradaban suatu bangsa. Negara-negara maju yang bersih dan tertib umumnya memiliki sistem pengelolaan sampah yang ketat dan disiplin warga yang tinggi dalam hal kebersihan. Jika Indonesia ingin menuju ke arah yang sama, maka kita harus mulai dari hal yang paling dasar: membuang sampah pada tempatnya, memilah jenis sampah, dan mengurangi konsumsi barang sekali pakai, termasuk di lingkungan kampus dan sekolah.

Kedisiplinan dalam hal kecil akan membentuk karakter masyarakat yang peduli, bertanggung jawab, dan mencintai lingkungannya. Karena pada akhirnya, kebersihan bukan hanya tanggung jawab petugas kebersihan, melainkan tanggung jawab setiap individu sebagai penghuni Bumi. (*)

Artikel ini telah tayang di Serambi Indonesia dengan judul “Ancaman Sampah terhadap Kehidupan”, https://aceh.tribunnews.com/2025/07/02/ancaman-sampah-terhadap-kehidupan?page=all.

partner-1
partner-2
partner-3
partner-4
partner-5
partner-6
partner-7
partner-8
partner-9
partner-10
partner-11
partner-12
partner-13
partner-14
partner-15
partner-16
Skip to content