Rindu Tercipta dari Pulau Rubiah

26 Agustus 2020 | BBG News

Aldha Firmansyah, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Anggota Unit Kreativitas Mahasiswa (UKM) Jurnalistik STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, melaporkan dari Sabang

PERKULIAHAN semester genap telah berakhir. Sebelumnya, kami sedang sibuk mempersiapkan diri untuk ujian final. Hari menjelang ujian final pun tiba. Kami berkumpul di lobi kampus untuk berdoa bersama agar Allah memudahkan semua proses ujian yang akan kami jalani.

Hari berganti hari. Ujian yang berlangsung selama satu minggu pun berakhir.  Pada hari terakhir pelaksanaan ujian, kami berkumpul di kampus membahas rencana liburan. Kami berdiskusi untuk memilih tempat yang cocok untuk liburan. Setelah berembuk satu jam, akhirnya kami putuskan tempat liburan kami adalah Pulau Rubiah dan Tugu Nol Kilometer Sabang. Alasannya, kedua tempat tersebut mempunyai panorama laut yang indah.

Seorang teman memberikan ide yang sangat bagus dan cocok untuk kami yang ingin liburan di Pulau Weh, Sabang. Dia mengusulkan untuk camping di salah satu rumah teman yang berada di Iboih, tepatnya di tengah hutan. Saya dan teman-teman menyepakati usulan ini. Kami merasa ide ini sangat pas. Kami pun menetapkan tanggal dan hari untuk berangkat liburan.

Pagi itu, hari sangat cerah, kami berkumpul di Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh, untuk naik kapal penyeberangan menuju Pelabuhan Balohan, Sabang. Sepanjang perjalanan kami disuguhi hamparan laut biru laut nan indah.

Saat tiba di Sabang, kami berkumpul dan menuju salah satu rumah teman. Peralatan camping dan lainnya semua sudah siap. Jalanan Sabang yang berliku, banyak tanjakannya, karena kami melewati jalan pegunungan.

Selama di perjalanan saya sangat menikmati pemandangan indah berlatar belakang laut dan gunung. Sungguh ini sangat indah, saya langsung berpikir ini adalah nikmat Allah Swt yang harus disyukuri dan dijaga.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, akhirnya kami pun tiba di lokasi. Beberapa kawan lelaki bergegas membangun tenda dan membakar kayu karena cuaca semakin dingin dan gelap. Kami sangat menikmati alam di sini sambil bernyanyi. Sebagian yang lain  membakar ikan untuk santapan malam. Besok paginya kami bersiap untuk menyeberang ke Pulau Rubiah.

Baca selengkapnya di https://aceh.tribunnews.com/2020/08/26/rindu-tercipta-dari-pulau-rubiah.

Bagikan
Skip to content