Oleh: Zikrurrahmat, M.Pd., Ketua Prodi Pendidikan Jasmani STKIP BBG Banda Aceh
Dimuat di atjehwacth.com, edisi Selasa, 9 Maret 2021
Kemajuan teknologi tak melulu berdampak positif. Salah satunya adalah handphone. Mudahnya akses informasi justru terkadang jadi pemutus silaturahmi.
Fase 1980 hingga 1990-an, saat akses informasi dan transfortasi masih sangat sulit, setiap individu sangat menghargai waktu dan silaturahmi. Padahal, janji untuk bertemu disampaikan melalui orang perorang atau surat.
Janji tadi dijaga dengan benar-benar hingga terealisasi pada hari yang dinantikan. Silaturahmi menjadi sangat berkualitas.
Demikian juga dengan kedai kopi. Dulu, kedai kopi bukan sekedar warung bagi masyarakat Aceh. Inilah yang membuat kedai kopi menjamur di Aceh. Tak seperti di provinsi lainnya. Hal ini pula yang membuat Aceh dikenal dengan sebutan ‘Negeri Seribu Warung Kopi.’
Kedai kopi, bagi warga Aceh, adalah lokasi silaturahmi antar sesama. Kedai kopi adalah tempat diskusi. Kedai kopi adalah pusat informasi.
Namun, kalau mau jujur, kesan ini terasa berbeda dengan keadaan sekarang. Saat komunikasi dan transfortasi menjadi mudah, tapi kualitas pertemuan justru lebih rendah.
Sebuah perbedaan zaman yang semakin hari semakin meinggalkan budaya bersilaturahmi pada saat berada di warung kopi.
Handphone mungkin bisa menjadi salah satu faktor hilangnya silaturahmi, dimana setiap warung kopi sekarang sudah dipenuhi dengan kalangan remaja yang datang ke warung kopi khusus untuk bermain game online.
Di saat kalangan tersebut sudah berkumpul sekarang sudah tidak ada lagi yang diawali dengan pembahasan paling hanya sekedar basa-basi saja, setelah itu langsung mencari tempat duduk yang nyaman dan cok sambung buat menambah daya batrai saat bermain game.
Di saat semuanya sudah ada mereka langsung mengeluarkan handphone dan menggunakan handset, dari situlah awal hilangnya silaturahmi.
Setelah mereka sibuk dengan dunia gamenya sendiri maka mereka lupa bahwa di sekitar mereka ada orang, tanpa mereka sadari disaat mereka sibuk bermain game.
Di situlah rasa kekeluargaan sudah tidak ada lagi, kekompakan dan kebersamaan hanya sekedar di meja warung kopi. Tidak ada lagi canda atau tawa yang biasa kita dengar di warung kopi, mendengan cerita, membuat rapat kampong atau bahkan berbagi keluh kesah, dimana masa-masa itu sudah tidak dapat di rasakan lagi.
Selengkapnya baca di https://atjehwatch.com/2021/03/09/hilangnya-silaturahmi-di-warung-kopi/