Spirit dari Meureudu dan Bangkok

10 Juli 2019 | BBG News

Serambi Indonesia, Selasa 9 Juli 2019

Dr. Mukhlisuddin Ilyas, Direktur Bandar Publishing dan Pengajar STKIP BBG Banda Aceh, Melaporkan dari Nang Chok, Bangkok, Thailand

Pada Kamis, 4 Juli 2019, bersama Nasir Zalba, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh, saya menyampaikan materi tentang kerukunan dan radikalisme di Aceh yang diadakan oleh Kesbangpol Aceh di Kantor Kesbangpol Kabupaten Pidie Jaya (Pijay). Acara ini dihadiri oleh berbagai organisasi keagamaan, pemerintah daerah, dan DPR Kabupaten Pijay.

Besoknya, 5 Juli 2019, tepat pukul 10.15 malam, saya tiba di Bandara Don Mueang Thailand. Di Thailand, saya mengikuti dua acara, di dua tempat berbeda. Acara pertama tentang perayaan Gandhi’s 150 Birth Anniversary, tanggal 6-7 Juli 2019 yang diselengarakan Asian Resource Foundation (ARF), International Institute of Peace and Development Studies (IIPDS), dan Asian Muslim Action Network (AMAN). Acara kedua diadakan oleh School of Global Studies di Thammasat University, Thailand, tanggal 8 Juli 2019.

Setelah mendengar sambutan pembuka dari Mohammad Abdus Sabur, sebagai mantan sekretaris jenderal Asian Muslim Action Network (AMAN), dilanjutkan dengan sambutan Presiden of Asian Resource Foundation (ARF), Dr Niramit Kunanuwat, saya mengambil pelajaran penting bahwa acara di Meureudu, Pijay, dan Nong Chok Bangkok Thailand memiliki spirit yang sama, yaitu spirit tentang memperkuat kehidupan masyarakat yang rukun, toleransi, kesetaraan, mencintai perdamaian, dan antikekerasan.

Di Meureudu, di depan guru ideologi saya di Dayah Jeumala Amal, Teungku Hamdani dan guru saya di Dayah Babul Ilmi Kiran, Waled Munir, beserta lainnya, saya sampaikan bahwa penting bagi semua unsur untuk merawat perbedaan, karena perbedaan adalah karunia Tuhan.

Saya mengatakan bahwa banyak sekali praktik baik dalam kerukunan antarumat beragama di Aceh yang perlu dikampanyekan. Ini kelebihan Aceh yang perlu dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menunjukkan bahwa Aceh ramah terhadap perbedaan.

Semua unsur di Aceh tidak boleh lalai dan memarginalkan diskursus kerukunan dan radikalisme di Aceh, karena kedua topik ini dapat muncul seketika bila tidak dirawat dan dijaga oleh alim ulama dan cerdik pandai lainnya. Aceh selalu menarik masyarakat internasional, bila kasus intoleransi dan kekerasan atas agama mencuat. Makanya semua stakeholder harus tampil humanis dalam beragama. Tampilan beragama yang humanis, secara historis telah memiliki akar yang kuat di Aceh. Banyak orang asing mendapat tempat mulia dan setara di Aceh. Seperti Nuruddin Ar-Raniry dan sebelumnya Iskandar Tsani.

Sekarang bagaimana menerapkan ulang supaya masyarakat Aceh tetap berada pada jalur kosmopolit? Apalagi masyarakat Aceh dikenal memiliki kearifan lokal yang kuat. Tinggal saja, kearifan lokal masyarakat Aceh diterapkan supaya kohesi sosial masyarakat Aceh kembali pada jalur yang benar.

Di Meureudu dan Nong Chok Bangkok saya menemukan spirit itu semua. Semua sepakat bahwa kita harus kembali pada jalur yang benar bahwa perbedaan itu adalah rahmat dari Tuhan. Semua tokoh yang bekerja atas nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan pantas dijadikan sebagai sumber inspirasi lintas generasi.

Di Nong Chok Bangkok, Thailand, acara yang saya ikuti di International Institute of Peace and Development Studies (IIPDS) dan Asian Muslim Action Network (AMAN) bertema tentang “Gandhi’s 150 Birthday Anniversary: Renewal of Nonviolent Movement in 21 Century Toward Peace Inspirations from Sacrifices of Afro-Asian Leaders”.

Setelah sarapan pagi, seluruh peserta dari berbagai negara, seperti Indonesia, Amerika Serikat, Jerman, Liberia, Thailand, Malaysia, Bangladesh, Filipina, Miyammar, Vietnam, India, Nepal, Pakistan, Afganistan, Afrika Selatan, dan lainnya bercengkrama satu sama lain. Suasana penuh akrab. Tentu, saya juga ikut membagikan beberapa kartu nama kepada mereka supaya terus dapat terkoneksi membangun kehidupan yang lebih baik. Suasana akrab, dilanjutkan saling berbagi informasi tentang situasi negara dan latar belakang kerja masing-masing.

Baru kemudian, tepat pukul 9 pagi, perayaan Gandhi’s 150 Birth Anniversary dibuka secara resmi oleh Mohammad Abdus Sabur dan Dr Niramit Kunanuwat dari Asian Resource Foundation (ARF). Setelah pembukaan yang dipandu oleh Profesor Ravindra Kumar, Secretary General of World Peace Movement Trust, baru dilanjutkan dengan nonton film Gandhi yang bertema “Life and Work of Gandhi Captured by Camera” oleh Peter Ruhe sebagai Founding Chairperson of Gandhiserve Foundation.

Peter Ruhe, warga negara Jerman, seorang intelektual yang telah meneliti sejarah kehidupan Gandhi selama 20 tahun, dalam paparannya kepada seluruh peserta menyebutkan bahwa Gandhi banyak sekali membawa pesan perdamaian dan toleransi dengan gerakan nonkekerasan (ahimsa). Peter menampilkan sejumlah gambar dan video. Sebagai bukti bahwa Gandhi beserta tokoh-tokoh lain di Asia dan Afrika, seperti Nelson Mandela, Moulana Abdul Hamid Khan Bhashani, Khan Abdul Gaffar Khan, Bangabandhu Syeikh Mujibur Rahman, Jamal al-Din al-Afghani, Ho Chi Minh, Pridi Banomnyong, Aung San Suu Kyi, Senator Ninoy Aquino, Dr Ambedkar, dan lainnya, layak menjadi inspirator bagi generasi muda di Asia dan Afrika.

Setelah itu, mengakhiri hari pertama konferensi, dilanjutkan dengan diskusi panel yang disampaikan perwakilan beberapa negara. Misalnya, Profesor Balaida dari India, Fr Tom Michel SJ dari Thailand, Profesor Anisuzzaman dari Universitas of Dhaka India, Cornelia Brand dari South African Police Service, Profesor Tiyas Sulaima Lebbe dari Sri Langka, Meynardo P Mendoza dari Ateneo de Manila University, dan diakhiri dengan tampilan Tong Thi Quynh Huong dari Hanoi Nasional University of Education.

Poin pentingnya sama, yaitu hendaknya pemimpin dunia masa depat harus belajar dari pemimpin sebelumnya, terutama tentang toleransi, misi membawa perdamaian dunia, antikekerasan, dan menghargai kearifan lokal (local wisdom). Jadi, berbicara kebaikan, kemuliaan, kesetaraan, humanisme, dan kemaslahatan spiritnya sama. Apakah dibicarakan di Meureudu maupun di Bangkok. Yang membedakan hanyalah orang yang menyampaikan dan tempatnya saja. Persis seperti spirit kerukunan yang disuarakan di Meureudu, Pijay, dan di Nong Chok, Bangkok.

Sumber: https://aceh.tribunnews.com/2019/07/09/spirit-dari-meureudu-dan-bangkok

Bagikan
Skip to content