Puisi: Senja Sang Penanti Rindu

29 Juni 2019 | BBG News

Oleh: Muzirul Qadhi

Senja berwarna jingga, merona di atas pantulan laut samudera hindia, cahaya nya begitu eksotis mengingatkan ku pada kekasih lama, merobek batas-batas kerinduan menerpa kepenghujung kepala, padahal, tak sebutir pun kutitipkan tinta pena ku pada mu, tetapi senyum mu telah terlebih dahulu kau sandarkan di hati ku.

Hilang tak berjejak berlari tak berbekas tapak, sedari itu aku hilang akal tiap terang mentari aku melihat senyum mu. Masihkah kau belai senyum mu itu,,

Aku tak tahan ingin bersua, bercerita kisah lama, delapan tahun perpisahan itu aku curiga rambut mu tak lagi berwana hitam, kulit mu mulai kusam, dagu mu sudah tak terlihat tegang dan bibir mu mungkin saja tak terlihat berlinang lagi, itu hanya kecurigaan ku, mungkin saja doa dan sabda ku salama ini memulihkan keperawanan kulit dan bibir mu yang menawan itu.

Sejauh ku masih memandang mentari sore berwarna jingga itu, rindu ku semakin menggebu, aku sudah pernah bilang padamu, teriaki aku jika kau kesal pada ku, tapi bila kau rindu panggil nama ku di setiap doa mu agar malaikat mencari ku, jika pun tak bertemu jasad ku mungkin roh ku akan menghampiri mu, tapi aku yakin kamu juga ingin memiliki aku seutuhnya, namun sampai kapan penantian ini,,

Sabda – sabda kerinduan ini sudah terlalu banyak terurai hanya untuk mu hingga aku lupa ada orang lain yang juga sedang merindukan ku. Wahai kerinduan yang semu masih betahkan engkau menunggu, telah cukup lama kau membelenggu hatiku

Aku tahu, besok pasti akan kembali sore dan jingga di senja itu akan kembali lagi, dan mungkin saja lebih indah dari senja sore ini, hingga aku betah dan penasaran besok jingga mu itu berukiran apa…

Aku tak ingin mentafsirkan syair rindu ku ini dengan ombak di lautan, karena aku tau gelombang laut itu tajam, aku tak mau melukai dinding karang ya begitu lama menunggu di tempat penantian, cukup rindu ku di hantarkan oleh jingga di sore hari, karena senyum mu berada di tempat yang indah.

Lelaki itu memang sejati, pergi tak menoleh, sedih tak melihat, merana di hujung jalan, sok kuat sich,, padahal hatiku layu bak bunga terkena racun rumput.

Namun pergi sudah menjadi pilihan, sedangkan bertemu menunggu takdir tuhan. Ku biarkan rindu ku ini mengembang sampai senja berwana jingga itu berubah menjadi merah, di pelataran pantai samudera hindia ini ku tunggu wahyu maka kau kan kutemu.

Muzirul Qadhi, Mahasiswa PBI STKIP BBG Banda Aceh. Email : Muzirulqadhi790@gmail.com

Bagikan
Skip to content